Sabtu, 26 April 2014

Jual Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah, Eko Prasetyo

Jual Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah,Penerbit : Resist Book, Penulis : Eko Prasetyo
Judul Buku : Orang Miskin Dilarang Sekolah
Harga Rp 65.000
Penulis : Eko Prasetyo  
Penerbit : Resist Book
Jumlah Halaman   : 272
Tahun Terbit  : 2005
Kondisi Baru

Resensi:
SEKOLAHAN HANYA BIKIN MISKIN
Haruskah orang sekolah berduit? Haruskah orang miskin ga boleh sekolah? Orang sekolah harus berduit, orang miskin dilarang sekolah!
Suatu pagi di sebelah rumah, saya bercerita ke anak saya. Nak, kelak besok, kalau tidak bisa sekolah, berarti kita miskin. Kita harus punya uang dulu untuk bisa sekolah.

Rasanya,sungguh tidak adil apa yang terjadi di negeri ini. Ketika yang kaya bisa menguasai segala sesuatu, karena kondisi keuangannya lebih berada dibanding dengan yang lainnya.
            Premis pertama : Mengeyam program wajib belajar 12 tahun. SD hingga SMA. Premis kedua : Sekolah itu mahal. Sehingga apa yang bisa disimpulkan pada kalimat ini adalah, untuk dapat mengeyam belajar  itu sendiri mahal. Hal ini yang menjadi suatu hal timpang yang terjadi pada pendidikan dinegeri ini.
            Pendidikan kita memang kacau-balau. Nampaknya pemegang kekuasaan yang berkuasa saat ini, tampaknya tuli dengan kritik dan cercaan yang ditujukan kepadanya. Padahal kita tahu pendidikan adalah cerminan dari peradaban dan kualitas bangsa. Seperti kita tahu, pengeyam pendidikan saat ini di Indonesia hanya menjadi komunitas kecil yang dapat memberikan perubahan dan dampak positif pada masyarakat sekitar. Buku ini mencoba memberikan perspektif yang berbeda dari buku – buku lain, tentang bagaimana memandang problematika pendidikan yang terjadi saat ini.
Sampai tahun 2000, lebih dari enam juta anak usia sekolah yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan tingkat dasar. Lebih parah lagi, ekspresi bahwa sekolahan mahal terekam dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Harian Kompas (2003) yang menyatakan bahwa 42% responden berpendapat biaya sekolah SD saat ini sangat mahal, dilanjutkan dengan 45% menganggap biaya SMP sama halnya dengan biaya di bangku SD, dan 51% menyatakan bahwa biaya sekolah SMA mahal. Jika dipukul rata, terdapat kenaikan persentase kesepakatan responden, jangan lebih lanjut ditanyakan bagaimana dengan hasil responden pada tingkat pendidikan tinggi. Walaupun dasar hukum konstitusional negara Indonesia menyatakan kalau negara mengeluarkan anggaran 20% untuk biaya pendidikan, akan tetapi disisi lain, ada desakan untuk pelaksanaan otonomi dan pengurangan subsidi. Rakyat yang tidak sedikit menjadi apatis ketika tingginya biaya tak secara otomatis membuat pendidikan jadi lebih berkualitas.

Pendidikan yang saat ini menjadi sarat dengan segala problematikanya, justru jarang membuka ruang out of the box pada masing – masing peserta didik. Mulai dari terkendala jumlah murid dalam suatu kelas, cara mengajar guru, hingga pola penerimaan murid-murid saat ini. Lantas, apa hubungannya dengan orang miskin? Lagi – lagi, bahkan orang miskin belum dapat merasakan pendidikan ini dengan baik. Terbentur lagi – lagi dengan masalah finansial yang sering kita temui. Apa lantas ada yang salah dengan mereka yang miskin dan belum berkesempatan memiliki rezeki yang lebih? Tidak menurut buku ini, karena menurut penulis, ada sesuatu yang salah dengan sistem yang berlaku pada pendidikan di Indonesia.

Beralih dari isi yang sangat luarbiasa, buku ini memang di desain secara berbeda dengan buku-buku biasanya. Menurut peresensi, buku ini didesain atas beberapa hal utama yakni, kreatifitas dan daya imajinasi tinggi, disertai dengan data yang akurat, dan konfrontatif. Mengapa? Jika ditilik salah satu halaman, dan juga banyak halaman dari buku tersebut, disajikan secara konfrontatif diluar apa yang difikirkan jika hanya dalam konteks. Penulis menuliskan isi buku ini atas dasar pengalaman yang diterima, disertai dengan data yang akurat dengan kajian yang telah diulas dengan apik, sehingga tulisannya terkesan ringan namun tajam dalam penyampaiannya. 180 derajat dalam membalikkan fakta yang kadang tertutupi dalam kehidupan nyata, yang jarang sekali dilirik oleh para pemegang kekuasaan tinggi pendidikan. Detil yang terjadi di lingkungan sosial dengan apik di kemas dalam gurauan-gurauan di buku ini. Tidak jarang visualisasi gambar yang mewakili tulisan ada benarnya dengan kejadian nyata yang terjadi di sekeliling kita sekarang. Sehingga, inilah yang peresensi nilai sebagai kelebihan buku ini. Tidak hanya sekedar menulis, tapi ruh protes dan konfrontatif penulis hadir sebagai bagian yang tidak terlepas dari buku ini. Disisi lain, terkadang memang ada beberapa bagian yang peresensi nilai, terlalu konfrontatif, tapi yakin yang dimaksud penulis adalah baik adanya, tidak untuk menegasikan pihak – pihak yang dilibatkan dalam tulisannya.

Peresensi :  R Aditya Aryandi S.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar