Sabtu, 22 Agustus 2015

Jual Buku BAHAYA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Bonnie Setiawan

Jual Buku BAHAYA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN Bonnie Setiawan
BAHAYA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN
Bonnie Setiawan
Penerbit IGJ
Harga Rp 23.000
Kondisi Baru

Sejak krisis 1997-1998 hingga krisis 2008-2009 sekarang, Indonesia terus-menerus memelihara krisis, karena penyebab krisis tetap dipertahankan. Rejim devisa bebas dan sistem keuangan yang sangat liberal, menyebabkan Indonesia terus berada dalam cengkeraman krisis. Liberalisasi oleh IMF, yang sifatnya sebagai pembuka pintu, kini dikunci ke dalam perjanjian-perjanjian perdagangan bebas. Aturan-aturan perdagangan barang (dan pertanian), jasa, investasi, HAKI (hak atas kekayaan intelektual), belanja pemerintah, kebijakan kompetisi, fasilitasi perdagangan, terus masuk dalam berbagai FTA. Bahkan dalam FTA, sifatnya adalah WTO-plus, dimana cakupan dan kualitasnya lebih luas ketimbang di WTO. Banyak orang tidak menyadari hal ini, bahwa rejim perdagangan bebas sekarang adalah konstitusi dunia abad 21, menentukan segala sesuatunya di dunia ini.

Di tingkat ASEAN, sudah dibuat payungnya bernama AEC (ASEAN Economic Community), yang menaungi semua perjanjian perdagangan bebas. Di dalamnya ada AFTA yang sekarang menjadi ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) dan ACIA (ASEAN Comprehensive Investment Agreement). Di tingkat FTA, sudah ada ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-Jepang FTA, Indonesia-Jepang EPA, dan ASEAN-Australia/NZ FTA, dan ASEAN-India FTA; dan masih akan diadakan FTA dengan Uni-Eropa, FTA dengan AS, FTA dengan EFTA (European Free Trade Area) yang non-Uni-Eropa, dan lainnya. Semua ini mengarah kepada “single market and production base” serta “free flow of goods, capital, services, and skilled labor”. Indonesia adalah pasar terbesar di ASEAN, tetapi tunduk patuh pada kepentingan negara liberal yang kecil seperti Singapura. Dengan rezim perdagangan bebas ini, pasar kita yang besar dan usaha-usaha perekonomian kita telah dan akan terus dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing (TNCs). Tidak ada yang tersisa untuk rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar