Jumat, 11 Desember 2015

Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman oleh Benny K Harman

Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman oleh Benny K Harman




Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman
Benny K Harman Harga Rp 75.000
Tebal 513hlm
Kondisi Bekas, Halaman utuh lengkap, sampul cukup bersih

Buku ini mengkaji model konfigurasi politik pada masa orde lama dan orde baru yang masing-masing mempunyai andil dalam membentuk karakteristik kekuasaan kehakiman. Ternyata dimasa periode dua rezim kekuasaan politik yang berbeda itu mempunyai prinsip yang sama, yaitu sama-sama berprinsip otoriter. Maka kedudukan dan fungsi kekuasaan kehakiman di dalam sistem politik yang otoriter itu menjadi tidak otonom dari kekuasaan pemerintah negara. Di bawah rezim politik Demokrasi Terpimpin, kekuasaan kehakiman ditempatkan sebagai bagian dari eksekutif atau penasihat pemerintah. Begitu pula yang terjadi di mas periode rezim politik Orde Baru, kekuasaan kehakiman diikat oleh eksekutif melalui Undang-Undang. Di bawah kedua rezim ini pula kekuasaan kehakiman tidak dapat mengatur dirinya sendiri secara organisatorial (self-governance) karena pemerintah (departemen kehakiman) juga mengatur dalam urusan administrasi dan finansial.


Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan merdeka, yang artinya terlepas dari seluruh pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan hal itu harus diadakan suatu jaminan dalam Undang-Undang tentang kedudukan para hakim.

Selain menemukan persamaan, ditunjukkan juga perbedaan dari kedua rezim. Di bawah rezim politik Demokrasi Terpimpin, presiden diberi kemungkinan oleh undang-undang untuk melakukan intervensi dalam bentuk campur tangan terhadap kekuasaan yudikatif yang sedang melaksanakan tugas yudisialnya, sedangkan di bawah rezim politik Orde Baru kemungkinan itu tidak diberlakukan. Sedangkan Kekuasaan kehakiman pada masa rezim Orde Lama tidak diberi kewenangan untuk melakukan judicial review baik terhadap UU ataupun peraturan-peraturan di bawah undang-undang.  Sedangkan pada rezim politik Orde Baru, kekuasaan kehakiman diberi kewenangan untuk melakukan judicial review meskipun hanya terbatas terhadap produk perundangan di bawah undang-undang. Namun  kewenangan yang terbatas itu secara riil tidak dapat dilakukan karena para hakim terikat sumpah harus tunduk pada setiap produk hukum dari pemerintah.

Jika kita melihat UUD 1945 hasil amandemen, terlihat bahwa selain adanya lembaga Mahkamah Agung, disebutkan ada juga Mahkamah Konstitusi serta lembaga Komisi Yudisial yang menjalankan fungsi yudikatif. Terjadi pembagian tugas yang lebih kompleks di yudikatif agar tidak gampang terinvensi oleh pihak luar. Perubahan pasal dan bagian kekuasaan kehakiman memperlihatkan adanya perbaikan rumusan pasal yang mempunyai tujuan untuk menjadikan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan.

Buku ini disajikan layaknya analisis dalam bentuk jurnal, penelitian ilmiah yang dibukukan. Topik setiap bab nya disajikan berdasarkan variabel dari judul besar buku yaitu Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Meski akibatnya seringkali terjadi debat pembahasan yang berulang-ulang dan menjadi monoton. namun kemudian dijumpai banyak kata-kata dan istilah yang belum dipahami, misalnya manipol/USDEK, yang terkadang tidak ada penjelasannya. Tetapi dari segi isi, saya rasa buku ini cukup mewakili untuk kita mengetahui bagaimana hubungan DPR, Presiden, dan MA pada saat periode sebelum era reformasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar