Judul : SEJARAH RENAISANS EROPA
Penulis: Alison Brown
Harga buku: Rp 40.000
Penerbit : Kreasi Wacana
Berat 0,4kg
Kondisi Baru
Tersedia 1 Buah
Dalam pembabakan sejarah Eropa, Renaisans selalu menjadi tonggak
utama dalam proses modernisasi Eropa. Sebelum minggu ini, Renaisans
hanyalah konsep abstrak, yang hanya saya ketahui definisinya namun tidak
saya ,mengerti substansinya. Untunglah, saya lalu menemukan (dan
setelah memaksa diri, membaca) buku Alison Brown, yang berjudul Sejarah Renaisans Eropa. Buku ini terbitan dari Kreasi Wacana tahun 2009 – trims Kreasi Wacana, buku ini…mencerahkan.
Saya bahkan tidak tahu apakah post ini nantinya akan dibaca, atau
kalaupun ia cukup beruntung untuk dibaca akan bermanfaat. Tetapi dengan
semangat untuk terus memaksa diri saya menulis saya akan terus
menjelaskan buku ini dan apa yang saya peroleh dari buku ini.
Renaisans adalah gerakan yang menjadi jembatan antara jaman
pertengahan menuju jaman modern. Jaman pertengahan atau abad pertengahan
sering dicap sebagai ‘Abad Kegelapan’. Pemberian label ini bukannya
tidak berdasar, pada abad pertengahan (mulai dari sekitar abad 5 Masehi
hingga sekitar abad ke 15) Gereja – dalam kebanyakan hal di Eropa ini
berarti Gereja Katolik Roma – sangat berkuasa. Ia menguasai tafsir
Alkitab yang pada saat itu masih berbahasa Latin dan karenanya hanya
dapat diakses oleh para biarawan. Menjadi pemimpin agama pada saat itu
memaksa seseorang untuk terlibat dalam politik, budaya, hukum. Agama,
yang menjadi pelindung dari kekuasaan dan juga melegitimasi kekuasaan,
adalah sesuatu yang sangat peka.
Perlu juga mengingat bahwa pada saat itu bentuk mayoritas
pemerintahan di Eropa adalah kerajaan. Daerah yang lebih bebas dalam hal
politik adalah daerah-daerah komuni yang berada di wilayah yang
sekarang adalah Italia. Komuni-komuni ini secara teori berusaha
menerapkan republikanisme, dengan sistem dewan masyarakat yang diganti
secara teratur, tentu saja praktisnya tidak semulia itu – tetap ada
keluarga-keluarga yang dominan dalam suatu komuni. Yang paling berperan
dalam Renaisans, adalah Florence, kota yang saat ini termasuk dalam
World Heritage, Pusaka Dunia, setara dengan kota Petra dan Borobudur.
Florence merupakan kota yang aktif dalam perdagangan, tempat ini
dipenuhi orang dan keluarga kaya yang pada gilirannya terus bersaing
untuk menunjukkan kehebatan mereka. Persaingan ini diwujudkan dengan
berbagai cara, diantaranya yang paling tampak adalah usaha untuk
menemukan buku-buku klasik dan mengabadikan diri mereka dalam seni.
Usaha untuk menemukan buku merupakan seni tersendiri saat itu. Buku
yang dijual dengan bebas dan umum awalnya adalah buku-buku yang
berhubungan dengan keagamaan. Setidaknya hingga muncul Francesco
Petrarch, yang disebut sebagai orang yang memulai trend berburu
manuskrip. Melalui upayanya-lah, berburu dan mengoleksi manuskrip
menjadi trend di kalangan para orang kaya. Mengingat bahwa pada waktu
itu belum ditemukan mesin cetak, sehingga untuk memiliki sebuah buku
yang sama dengan seseorang bukan hanya dilakukan dengan membeli, namun
juga dengan meminjam dan menyalin – ya, menyalin buku!!!! – untuk
dimiliki. Untunglah bahwa jalan bukan hanya muncul ketika kita memiliki
kemauan, dalam banyak hal, jalan hampir selalu ada untuk orang yang
memiliki uang. Penyebaran buku berarti bahwa pengetahuan pun beredar;
dengan cara inilah kemudian Florence mulai menemukan kebijaksanaan
Cicero, Quintillian (yang pada saat itu relatif belum di-Kristenkan,
unlike Aristoteles atau Plato) dan mulai mengembangkan komuni mereka.
Ini berarti adanya sekolah, walaupun belum untuk semua orang, tapi pada
dasarnya keberadaan sekolah non-agama mulai dikenal.
Dengan perburuan ini pula corak dan kekaguman kepada seni ala Yunani
mulai digali dan dikembangkan. Sekali lagi, ego para orang kaya yang
ingin menunjukkan kehebatan mereka menjadi penting, karena melalui para
orang kaya (yang menjadi patron para seniman) inilah kemudian para
seniman mulai membuat lukisan yang dapat dipamerkan dan hasil-hasil seni
lainnya. Pada tingkat yang berbeda, para seniman ini juga kemudian
dipakai oleh Gereja untuk menghias gedung-gedungnya.
Kedua hal tersebut diatas kemudian membantu beberapa kalangan untuk
mulai melanggar apa yang sudah dianggap ‘normal’. Dan dalam suasana
itulah Macchiavelli salah satu tokoh modernisasi Eropa terbesar muncul
dan mengatakan bahwa seorang pemimpin harus ditakuti (betapa berbedanya
denan doktrin Kristen tentang cinta kasih). Dan pencerahan pun mulai
bergulir.
Buku ini melihat renaisans sebagai suatu sistem gerakan yang
memperbarui paradigma orang Eropa, baik dari segi politik, budaya, seni,
dan lain-lain. Kebetulan, saya sama dengan Petrarch, memiliki nafsu
yang tinggi akan buku tetapi ( dan ini tidak sama dengan Petrarch) sama
sekali tidak memiliki sense seni, jadi yahhhh harap maklum kalau
pembahasan buku ini tentang perkembangan teater, ditemukannya teori (?)
perspektif oleh Brunelleschi relatif tidak saya sentuh; saya tidak
mengerti. Buku ini tidak tebal kok – 265 halaman, dan supaya kita
mengerti bersama, ayo baca, lalu koreksi saya pada bagian dimana saya
keliru atau salah mengerti.
Salam, dinihari 3 Februari 2010. www.giasearch.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar