Judul Sayur Emas
Cerita Persahabatan Hakim Agung dengan Tukang Sayur Harga Rp 29.000
oleh M. Farhat Abbas
Format : Soft Cover
ISBN : SBN
Tanggal Terbit : 2007
Wahai Pak Kajari, seandainya bapak yakin kalau Hakim Agung tersebut lebih tinggi jabatannya untuk membantu sudjud yang hanya tukang sayur, saya ingin bertanya pada bapak,misalnya ada seorang Hakim Agung,Kajari,atau Kajati,atau bahkan Kapolri yang sedang sekarat dipinggir jalan karena kecelakaan,sedangkan di sekitar TKP (Tempat Kejadian Perkara) hanyalah tukang sayur dan tukang ojek, apakah bapak akan berkata sama; Eh, jangan dibantu!kalian terlalu rendah bagi pejabat yang kecelakaan itu. Kita tunggu saja pejabat yang lebih tinggi darinya untuk membantu. atau lebih baik kita biarkan saja pejabat itu mati saja, karena tukang sayur dan tukang ojek terlalu rendah..........
Sedia dan Jual Buku Referensi Skripsi.:Thesis dan Research Bidang: Filsafat.Sosiologi.Antropologi.Pemerintahan.Hubungan Internasional. Politik.Komunikasi.Psikologi.Sejarah.Hukum.Pendidikan.Sastra Budaya dan Bahasa.
Tampilkan postingan dengan label Koekoesan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Koekoesan. Tampilkan semua postingan
Rabu, 16 September 2015
Selasa, 28 Juli 2015
Jual Buku KAIDAH TERBANG LEBAH (kumpulan Kolom Kamisan) penulis HASAN ASPAHANI.
Selasa, 06 Januari 2015
Jual Buku Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat / M. Fadjroel Rahman
Judul : Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat
Penulis : M. Fadjroel Rahman .Harga : Rp.55,000 TERJUAL
Cetakan :
Penerbit : Koekoesan
Terbit 2007
Tebal : 364 halaman
ISBN :
Kondisi : Stok lama ,Bagus
Deskripsi :
Seolah-olah kaum demokrat dengan lembaga demokrasi dan kaum anti demokrat dengan lembaga anti demokrasi itu sama saja. Tidak ada bedanya Soeharto, pengikut, dan lembaga politik yang menopang kediktatoran fasis Orde baru dengan kaum demokrat yang menggulingkannya. Seolah-olah tidak ada pertarungan politik (political struggle) bahkan perang demokrasi berkepanjangan (protracted democratic war) yang harus dimenangkan, yang melibatkan gagasan (ideas), kekuatan (forces), dan relasi kekuasaan. Seolah-olah gagasan demokrasi terlepas dari upaya membangun, memperjuangkan kekuatan dan relasi kekuasaan demokrasi. Seolah-olah tahap otoriter-totaliter, tahap transisi demokrasi dan tahap sistem demokrasi yang diperluas dan diperdalam itu, ilusi demokrat radikal saja. Sudut pandang buku ini, tegas membedakan bahwa kaum demokrat dan lembaga demokrasi itu berbeda secara distingtif dengan lawannya. Sebab, setelah reformasi total bergulir, signifikansi antara pro demokrasi dan anti demokrasi makin penting dan menemukan makna baru. Adalah ilusi jika kita mengira dapat membangun dan mempertahankan demokrasi tanpa kaum demokrat…
“Dalam keliaran dan kejenakaan berpikir serta berbahasa, Fadjroel berusaha membantah bahwa tidak ada lagi problem transisi demokrasi setelah Soeharto—yang pernah memenjarakan Fadjroel—mengundurkan diri. Hampir semua bagian buku ini “dikunci” dengan konsep-konsep kuat berupa demokrasi partisipatif, sosialisme partisipatif, ekonomi partisipatif serta dua jenis emansipasi pokok; emansipasi individual dan emansipasi sosial. Kemenangan politik-simbolik Golongan Putih (Baru) digunakannya sebagai simbol-simbol kemenangan sementara dari gerakan perlawanan ini. Ya, melawan, karena transisi demokrasi kita ternyata lebih banyak berjalan di sisi yang menimbulkan badai kekecewaan di masyarakat setelah hampir sembilan tahun gerakan reformasi total dilambungkan ke angkasa oleh para demonstran dan aktivis 1998, yang karena terpaksa kemudian diamini oleh para politik waktu itu…” (Effendi Gazali, Koordinator Program Master Komunikasi Politik Universitas Indonesia, alumnus Cornell & Radboud University)
Penulis : M. Fadjroel Rahman .Harga : Rp.55,000 TERJUAL
Cetakan :
Penerbit : Koekoesan
Terbit 2007
Tebal : 364 halaman
ISBN :
Kondisi : Stok lama ,Bagus
Deskripsi :
Seolah-olah kaum demokrat dengan lembaga demokrasi dan kaum anti demokrat dengan lembaga anti demokrasi itu sama saja. Tidak ada bedanya Soeharto, pengikut, dan lembaga politik yang menopang kediktatoran fasis Orde baru dengan kaum demokrat yang menggulingkannya. Seolah-olah tidak ada pertarungan politik (political struggle) bahkan perang demokrasi berkepanjangan (protracted democratic war) yang harus dimenangkan, yang melibatkan gagasan (ideas), kekuatan (forces), dan relasi kekuasaan. Seolah-olah gagasan demokrasi terlepas dari upaya membangun, memperjuangkan kekuatan dan relasi kekuasaan demokrasi. Seolah-olah tahap otoriter-totaliter, tahap transisi demokrasi dan tahap sistem demokrasi yang diperluas dan diperdalam itu, ilusi demokrat radikal saja. Sudut pandang buku ini, tegas membedakan bahwa kaum demokrat dan lembaga demokrasi itu berbeda secara distingtif dengan lawannya. Sebab, setelah reformasi total bergulir, signifikansi antara pro demokrasi dan anti demokrasi makin penting dan menemukan makna baru. Adalah ilusi jika kita mengira dapat membangun dan mempertahankan demokrasi tanpa kaum demokrat…
“Dalam keliaran dan kejenakaan berpikir serta berbahasa, Fadjroel berusaha membantah bahwa tidak ada lagi problem transisi demokrasi setelah Soeharto—yang pernah memenjarakan Fadjroel—mengundurkan diri. Hampir semua bagian buku ini “dikunci” dengan konsep-konsep kuat berupa demokrasi partisipatif, sosialisme partisipatif, ekonomi partisipatif serta dua jenis emansipasi pokok; emansipasi individual dan emansipasi sosial. Kemenangan politik-simbolik Golongan Putih (Baru) digunakannya sebagai simbol-simbol kemenangan sementara dari gerakan perlawanan ini. Ya, melawan, karena transisi demokrasi kita ternyata lebih banyak berjalan di sisi yang menimbulkan badai kekecewaan di masyarakat setelah hampir sembilan tahun gerakan reformasi total dilambungkan ke angkasa oleh para demonstran dan aktivis 1998, yang karena terpaksa kemudian diamini oleh para politik waktu itu…” (Effendi Gazali, Koordinator Program Master Komunikasi Politik Universitas Indonesia, alumnus Cornell & Radboud University)
Jumat, 26 Desember 2014
Senin, 13 Oktober 2014
Jual Buku Rasionalitas kerjasama ,Donny Gahral Adian

Buku Rasionalitas Kerjasama : Sebuah Teori Rekonsiliasi Sosial
Penulis: Donny Gahral Adian .Harga: Rp. 45000
ISBN: 978-979-14-4262-6
Penerbit: Koekoesan
Tahun Terbit: 2013
Ukuran: 14 x 21 cm; vi + 202 hlm
Sinopsis
Kenapa pihak-pihak yang terlibat konflik sulit membangun kepercayaan dan hampir tidak dapat memutus siklus kekerasan? Inilah pertanyaan penting yang hendak digali dengan penelusuran filsafati. Penulis melakukan kajian mendalam dari titik pijak “dimana narapidana” dalam tradisi teori permainan. Dilema narapidana adalah situasi ketika dua narapidana yang dipisahkan secara fisik sama-sama memilih untuk bersaksi atas rekannya berdasarkan antisipasi bahwa yang lain pun bersaksi atas nya.
Persoalannya, keduanya merugi karena apabila karena apabila mereka mau bekerja sama, maka mereka akan mendapat hukuman yang lebih ringan. Situasi dilematis itu disebabkan oleh”rasionalitas instrumetaril” yang menuntut pihak pertama mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Kepentingan pribadi adalah fokus kerja rasionalitas instrumental sehingga nasib atau kepentingan orang lain dikesampingkan. Buku ini menyingkap kemungkinan watak kerjasama dalam rasionlitas hingga membuahkan sebuah refleksi kefilsafatan yang disebut teori rekonsiliasi sosial.
Minggu, 12 Oktober 2014
Jual Buku Senjakala Metafisika Barat, Dari Hume Hingga Heidegger / Donny Gahral Adian
Jual Buku Matinya sang Buruh, Harris Susanto

Judul : MATINYA SANG BURUH Dari Baudrillard Menuju Filsafat Wirausaha .Harga 75.000 dari Rp 100.000
Penulis: Harris Susanto
Penerbit : Koekoesan
Terbit 2012
ISBN 9791442606, 9789791442602
Tebal 145 halaman
Sampul Hardcover
Kondisi Baru
Sinopsis
Buruh telah menjelma sebuah tanda kecil dari sebagian tanda-tanda produksi, baik dalam bentuk mesin maupun prosedur. Tanda-tanda yang menggantikan badan buruh dapat berkembang di luar kendali buruh tersebut. Tanda berkembang tidak menjadi siapapun, bukan buruh, bukan manajer, bukan direktur, dan bukan bentuk tetap dalam dunia produksi. Dalam industri modern , buruh tumbuh mengikuti sistem produksi yang membuat dirinya terbentuk sebagai miniatur mesin . Buruh yang tak bernyawa telah mewakili buruh hidup. Setelah buruh tanpa nyawa menguasai buruh bernyawa, sebuah tingkatan produksi membuat generalisasi produksi massal melalui suatu model. Dalam produksi massal itu, yang asli dan yang palsu tidak kelihatan lagi, ia menggelora menjadi kekuatan konsumsi.
Minggu, 03 Agustus 2014
Buku Pengantar Fenomenologi / Donny Gahral Adian
Judul Pengantar Fenomenologi
Donny Gahral Adian
Koekoesan
Kondisi Seken, Bagus
Harga Original Rp 60.000
CPOD Rp 35 .000
Donny Gahral Adian
Koekoesan
Kondisi Seken, Bagus
Harga Original Rp 60.000
CPOD Rp 35 .000
Senin, 14 Juli 2014
Jumat, 20 Juni 2014
Jual Buku Deradikalisasi Islam, oleh Syaiful Arief
Judul Deradikalisasi Islam (Paradigma dan Strategi Islam Kultural) Harga Rp 40.000
Penulis Syaiful Arif.
Penerbit Kukusan,
Tahun 2010.
Paperback 151 hal + viii,
Ukuran 14 x 21 cm
Kondisi Baru, stok lama
Laju radikalisme Islam tidak bisa dihadang hanya dengan perang pemikiran sebagaimana pertarungan antara Liberalisme dan Fundamentalisme Islam. Diperlukan sebuah upaya gerakan kembali kepada Islam Indonesia. Ketika kaum radikal mengusung semangat arabisasi Islam, kita dapat menghadangnya dengan wajah Islam yang telah mengakar dalam kebudayaan di Indonesia. Islam kita adalah Islam yang telah menjadi budaya, yang khas Indonesia, sehingga tidak selalu searah dengan ke-Arab-an. Islam Indonesia bisa dan telah menyaring Radikalisme Islam.
Penulis Syaiful Arif.
Penerbit Kukusan,
Tahun 2010.
Paperback 151 hal + viii,
Ukuran 14 x 21 cm
Kondisi Baru, stok lama
Laju radikalisme Islam tidak bisa dihadang hanya dengan perang pemikiran sebagaimana pertarungan antara Liberalisme dan Fundamentalisme Islam. Diperlukan sebuah upaya gerakan kembali kepada Islam Indonesia. Ketika kaum radikal mengusung semangat arabisasi Islam, kita dapat menghadangnya dengan wajah Islam yang telah mengakar dalam kebudayaan di Indonesia. Islam kita adalah Islam yang telah menjadi budaya, yang khas Indonesia, sehingga tidak selalu searah dengan ke-Arab-an. Islam Indonesia bisa dan telah menyaring Radikalisme Islam.
Kamis, 12 Juni 2014
Jual Buku BANALITAS KEKERASAN,Telaah Pemikiran Hannah Arendt
Senin, 19 Mei 2014
Sell Books > Jual Buku Kembalinya Politik Ideologi: Manifesto Politik PDI-Perjuangan

Penulis Donny Garhal Adian, Jaleswari Pramodhawardani, Yudi Latif
Pustaka Empat Lima
ISBN-13 :9786029724615
ISBN-10 :6029724614
Dimensi 18x11cm
Harga Rp 22.000
Kondisi : Baru, Segel
Buku ini berisikan pidato politik Megawati pada pembukaan Kongres III PDI-Perjuangan April 2010 di Denpasar, yang dianggap sebagai kembalinya politik ideologi. Pidato itu mengajak perubahan pandangan politik: dari sekadar arena perebutan kekuasaan di kalangan elit menjadi sarana kebudayaan rakyat untuk mewujudkan tata kehidupan yang berkeadilan dan memakmurkan rakyat. Pidato itu kemudian diulas lebih lanjut oleh tiga intelektual: Donny Garhal Adian, Jaleswari Pramodhawardani, dan Yudi Latif.
Rabu, 02 April 2014
Jual Buku Demokrasi Substansial

Judul : Demokrasi Substansial: Risalah Kebangkrutan Liberalisme
Penulis : Donny Gahral Adian TERJUAL
Tebal Buku: 129+xii
Ukuran : 140mm x 210mm
Penerbit : Penerbit Koekoesan, 2010
Kehidupan demokrasi di Indonesia semakin hari terlihat semakin semarak. Berbagai wacana demokrasi digembar-gemborkan para elit politik. Demokrasi menjadi semacam kata sakti untuk melegitimasi hal-hal yang bisa jadi bermuatan lain di luar demokrasi. Lalu pertanyaannya, apakah sebenarnya demokrasi? Sudahkah demokrasi di Indonesia berjalan sebagaimana mestinya? Lalu demokrasi macam apakah yang sebenarnya kita anut di negeri ini? Melalui Demokrasi Sustansial: Risalah Kebangkrutan Liberalisme, Donny Gahral Adian membawa kita “berwisata” ke dalam substansi demokrasi yang sesungguhnya.
Kita lihat realitas demokrasi di Indonesia saat ini. Demokrasi kini telah menjadi alat bagi orang-orang yang memiliki modal besar atau memiliki kepopuleran untuk mendulang kekuasaan dan keuntungan pribadi. Mereka tidak lagi berbicara atau bertindak atas kepentingan bersama. Mereka kini berbicara dan bertindak atas kehendak hasrat untuk berkuasa dan meraup sebesar-besarnya keuntungan ekonomi.
Setiap hari kita lihat di berbagai media, para elit yang mengklaim demokrasi sebagai kendaraan mereka naik ke panggung politik saling menyikut untuk menaikkan keuntungan ekonomi dan simbolik. Demokrasi di negeri ini harus dipertanyakan. Banyak hal yang tidak lagi sesuai dengan kepentingan bersama. Para pemilik modal (ekonomi atau simbolik) saling berlomba-lomba untuk mengambil hati rakyat. Setelah mereka berhasil mengambil hati rakyat, lalu dengan mudah mereka melupakan janji-janji yang mereka umbar. Mereka lalu berbicara atau bertindak atas nama pribadi, partai, atau golongan tertentu. Akan tetapi, mereka tetap mengatasnamakan semuanya berdasar demokrasi.
Menurut Adian, tujuan demokrasi tak lain adalah perluasan akses politik kaum miskin, marjinal, dan minoritas. Adian menyatakan bahwa proseduralisme demokrasi mengandung dua ancaman yang sama latennya. Pertama, demokrasi dibajak oleh mereka yang sejatinya anti demokrasi. Kelompok-kelompok sectarian dapat mengambil hati konstituen secara demokratis, tapi setelah berkuasa mereka membakar jembatan yang mereka pakai sendiri. Kedua, demokrasi dibajak oleh orang-orang berpunya. Demokrasi merosot maknanya menjadi kompetisi untuk mendulang suara yang di dalamnya popularitas menjadi kunci utama. Sementara, polpularitas jarang dibangun dari keringat kerja politik, melainkan iklan politik belaka. Tak ayal, para pemenang pun adalah mereka yang bermodal atau dimodali oleh para cukong. Kualitas demokrasi pun dipertaruhkan ketika relasi politik berubah menjadi transaksi ekonomi belaka.
Para elit politik dengan sangat bebas dapat mempermainkan kata demokrasi untuk mencapai kepentingan pribadi atau kelompok. Mereka dapat dengan mudah membangun citra tertentu hingga mereka berhasil mendapatkan suara rakyat. Lalu setelah mereka mencapai posisi yang mereka inginkan, mereka dengan mudah melepaskan tanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya.
Piliang dalam Transpolitika: Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas (2005: 16) menyatakan bahwa fenomena permainan bebas tanda dan citra, tanpa perlu mengikatkan diri pada satu determinasi (metafisik) tertentu seperti dijelaskan di atas, tampaknya telah menjadi lukisan dunia politik masa kini. Dalam konteks ini, tanda dan citra politik tidak lagi dibicarakan dalam konteks kebenaran dan kepercayaan yang ditawarkannya, melainkan permainan murni, dalam rangka mencapai kekuasaan murni, yaitu kekuasaan yang tidak lagi mempunyai tanggung jawab sosial. Demokrasi pun digunakan para elit politik sebagai permainan bebas tanda dan citra. Para elit politik ini lalu melepaskan tanggung jawabnya kepada rakyat. Mereka menjadi pemenang yang meruntuhkan jembatan yang membawa mereka pada panggung politik dan kekuasaan.
Adian menyatakan bahwa kekhawatiran tentang terperosoknya demokrasi ke dalam lubang leberalisme telah juga dikemukakan Soekarno. Liberalisme telah mengubah demokrasi menjadi ajang perebutan sumber daya ekonomi belaka. Orang-orang berlomba-lomba untuk mencapai kemenangan kompetisi politik. Diskusi di kalangan elit legislatif dan eksekutif menjadi topeng negosiasi elit yang bertujuan mencari solusi yang menguntungkan diri mereka sendiri, bukan rakyat. Kendatipun demikian, kata rakyat sering dipelintir. Mereka mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk rakyat. Padahal di dalam kenyataannya, tidak ada rakyat yang mereka bela, melainkan diri dan golongan mereka sendiri.
Buku ini dibagi menjadi tiga bab yang saling berhubungan, yaitu: politikal, paradoks, dan konstitusi. Agar lebih memudahkan pembaca mengikuti perbincangan pada buku ini, penulis memberikan contoh-contoh kontekstual dan aktual pada kehidupan politik kita (misalnya, bail out Bank Century, konflik Palestina-Israel, peristiwa 9/11). Hal tersebut berhubungan dengan tujuan buku ini. Jika dilihat, menurut Adian tujuan buku ini adalah mendekonstruksi demokrasi liberal dan membangkitkan ’politik’ dari mati suri selama dua ribu lima ratus tahun lebih. Terlihat usaha untuk memikirkan substansi politik untuk mengisi lubang demokrasi yang dibiarkan oleh liberalisme tanpa terjebak ke dalam fondasionalisme atau absolutisme.
Substansi politik republik ini bukan finalitas. Komitmen terhadap nilai-nilai dasar bukan sesuatu yang stabil karena sangat tergantung pada kemauan subjek masa kini untuk menauladani proses kebenaran yang dijalani para pendiri bangsa di masa lalu (hal. 86). Ketika banyak elit politik menggunakan kata atau konsep politik untuk mendulang keuntungan pribadi, kita agaknya harus melihat lagi, sebenarnya demokrasi macam apa yang sedang merajarela di negeri ini. Buku ini memberikan gambaran tentang pentingnya kembali ke demokrasi substansial. Hal ini tentu saja supaya kita tidak terjebak atau bahkan terperosok ke lautan liberalisme.
Adian menyebutkan bahwa Demokrasi liberal berupaya menyelesaikan kemajemukan dengan merancang prosedur rasional yang netral. Netral karena prosedur tersebut tidak mengandaikan konsep kebaikan atau nilai apa pun. Prinsip, nilai, identitas sosial, konsep kebaikan beserta kuasa yang menyertainya diturunkan ke ruang privat agar peluang konsensus terbuka lebar di ruang publik.
Buku ini sangat menarik dibaca untuk melihat di manakah sebenarnya demokrasi yang kita jalankan di negeri ini. Buku ini tidak hanya laik dibaca oleh para peminat demokrasi, politik, atau filsafat. Buku ini bisa menjadi asupan “bergizi” bagi siapa saja, yang merasa hidup di alam demokrasi dan menginginkan demokrasi yang sesungguhnya.***sinomcity87
Jumat, 28 Maret 2014
Sell Books > Jual Buku Cultural Studies, Tantangan Bagi Teori Teori Besar Kebudayaan
Langganan:
Postingan (Atom)