Judul Buku : Gerwani Bukan PKI Sebuah Gerakan Feminisme terbesar di Indonesia.
Penulis : Hikmah Diniah
Tahun Terbit : 2007
Penerbit : Carasvati Books
Kota Terbit : Yogyakarta
Tebal Buku : 236 ; 12x19 cm
Harga Rp 60.000
Resensi: Buku yang berjudul “Gerwani Bukan PKI Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar
di Indonesia” yang ditulis oleh Hikmah Diniah ini di kemas dalam empat
Gerakan/ Bab masing-masing memiliki Jejak/ Sub Bab. Setiap bab saling
memeiliki keterkaitan alur cerita meskipun banyak penulisan yang sudah
disampaikan di tulis ulang di bab berikutnya. Buku ini menarik untuk
dikaji karena penulisan buku tentang perjuangan kaum perempuan masih
sedikit ditemukan, terutama mengenai gerakan feminisme revolusioner yang
pernah dimiliki oleh Indonesia. Buku ini menyajikan perjuangan kaum
perempuan seperti R. A. Kartini, Dewi Sartika, Aisyiyah, Puteri
Mahardika, Gerwani dll, namun sejarawan hanya memusatkan perhatiannya
pada perjuangan kaum perempuan yang tergabung dalam organisasi Gerwani.
Sejarawan menjelaskan tentang awal mula munculnya gerakan perempuan di
Indonesia, kondisi politik nasional Indonesia tahun 17950-1965, latar
belakang berdirinya Gerwani dan perseteruan politik Gerwani dan
organisasi. Sejarawan mencoba menuliskan alur cerita secara runtut dan
menggali isu tentang organisasi Gerwani yang terlibat dengan PKI.
Sejarah gerakan perempuan di Indonesia telah melewati perjalanan yang
sangat panjang. Jauh sebelum Indonesia merdeka telah banyak muncul
tokoh-tokoh dan organisasi perempuan. Organisasi tersebut didirikan demi
kepentingan kaum perempuan. Kegiatan utama organisasi ini adalah
memperbaiki pendidikan, menambah lapangan pengajaran, dan mempertinggi
kecakapan sebagai perempuan. Namun, perjalanan sejarah yang panjang dari
gerakan perempuan ini terhenti ketika terjadi peristiwa G/ 30/ S pada
tanggal 1 Oktober 1965 sehingga mengakibatkan adanya pembantaian massal
terhadap rakyat yang dituduh terlibat dalam peristiwa tersebut. Sejak
saat itulah, organisasi-organisasi perempuan yang dianggap memiliki
ideology yang bertentangan dengan ciptaan pemerintahan Orde Baru
dibubarkan dan diberi title sebagai organisasi terlarang.
Pada tahun 1932 kembali muncul organisasi perempuan istri Sedar yang
tidak hanya berjuang dan bergerak untuk kepentingan kaum perempuan,
tetapi juga ikut terlibat dan terjun langsung digaris depan dalam
perjuangan untuk kemerdekaan nasional. Gerakan ini merupakan organisasi
yang dianggap paling radikal. Organisasi inilah yang nantinya secara
ideologis akan menjadi cikal bakal berdirinya organisasi perempuan
Gerakan Wanita Sedar (Gerwis) yang menjadi Gerakan Wanita Indonesia
(Gerwani). Organisasi-organisasi perempuan progresif pun ikut diberangus
dan dibantai. Salah satunya adalah organisasi gerakan Wanita
Indonesia (Gerwani) karena dianggap terlibat dalam peristiwa G/ 30/ S.
Gerwani dituduh memiliki hubungan secara organisasional dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Karena sebagian anggota Gerwani memiliki
hubungan erat dengan komunis, selain itu ketika Aidit menjadi pemimpin
Partai Komunis Indonesia (PKI) ingin menjadikan Gerwani sebagai bagian
ormas perempuan PKI. Meskipun pada kenyataannya, kekuatan dan pengaruh
PKI kuat dalam organisasi ini, perjuangan awal yang dilakukan banyak
mencurahkan perhatiannya pada masalah pendidikan bagi kaum perempuan.
Namun, akhirnya karena kedekatan politik, emosional dan kedekatan
organisasional dengan PKI semakin erat maka secara resmi pada konggres V
pada bulan Desember 1965 Gerwani bergabung dengan PKI. Akan tetapi
rencana itu tidak bisa dicapai karena sebelum bulan Desember 1965
Gerwani dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Buku ini patut disimak dan dijadikan bahan pelajaran sejarah terhadap
guru untuk disampaikan ke peserta didik, karena kita akan dapat
melihatnya bukan secara subjektif berdasarkan kepentingan suatu pihak
namun lebih pada hal-hal positif yang dapat dipelajari bersama. Buku ini
akan mengingatkan kita akan perjuangan kaum perempuan akan hak dan
keadilan dan untuk menambah wawasan sejarah kita terhadap sejarah
Indonesia. Penulisan buku ini banyak menggunakan sumber baik primer
maupun sekunder, sumber lisan (pelaku sejarah) yang digunakan sangat
bagus demi kebenaran isi buku dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu
disertai pula dokumen-dokumen, arsip dan gambar-gambar untuk memperkaya
isi buku. Judul yang digunakan sangat menarik, karena dapat menimbulkan
minat rasa ingin tahu bagi pembaca, desain buku/ sampul juga menarik dan
ilustrasi gambar yang digunakan saling berkaitan. Namun, isi buku yang
ditulis oleh sejarawan sedikit tidak sinkron karena judul dan isi
bertolak belakang. Sejawaran banyak mengupas tentang keterkaitannya
Gerwani dengan PKI bukan sebaliknya, sejarawan tidak bisa meyakinkan
pembaca bahwa Gerwani bukan PKI.
Alangkah baiknya, jika membaca buku ini bandingkan pula dengan buku
Amurwani Dwi L yang berjudul “Kisah Tapol Wanita di kamp Plantungan”
buku ini dapat dijadikan referensi mengenai Gerwani. Di buku ini
disebutkan bahwa kedudukan Gerwani dari stagmanisasi politik sebagai
organisasi wanita yang kurang bermoral, yang diciptakan oleh kekuasaan
sistem patriarkat Orde Baru, sebagai satu-satunya organisasi wanita yang
terjun kedunia politik pada masa itu. Gerwani yang bersuara keras dan
militant dianggap sebagai ancaman bagi kaum lelaki. Terlepas dari
kontroversi Gerwani dalam peristiwa Gerakan 30 Sepetember 1965,
setidaknya Gerwani telah membangun sejarah gerakan perempuan Indonesia.1
Peresensi berharap buku ini dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi
para pembaca, mengambil hikmah segala peristiwa sejarah dan penambah
wawasan akan kekayaan sejarah Indonesia khususnya sejarah wanita. Buku
ini mengajak kita untuk berfikir lebih kritis akan isu-isu yang terjadi
pada tahun 1965. Selain itu kita dapat mengungkap kebenaran sejarah yang
dulu kontroversial untuk tidak dipublikasikan sekaranglah waktunya
pembaca tahu akan kebenaran rtersebut dan semoga setelah membaca buku
ini pembaca akan mendapat wawasan dan informasi yang lebih detail lagi.(jojho-jhoula.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar