
Harga Rp 80.000
Penulis Agus Sudibyo
Pengantar: F. Budi Hardiman
Marjin Kiri 2012
ISBN 978-979-1260-14-5
Tebal 240 + xxvi hlm.;
Ukuran 14 x 20,3 cm.
Tersedia 1
-“Kekuasaan dimandatkan oleh masyarakat, namun masyarakat kemudian hanya memiliki kekuasaan itu pada saat pemi lihan umum. Setelah itu, kekuasaan berpindah ke tangan penguasa yang mereka pilih.”
Kekhawatiran Hannah Arendt di atas menggarisbawahi pemikirannya tentang politik yang otentik, yakni politik yang berbeda dengan praktik politik yang kita pahami dan saksikan dewasa ini. Bagi Arendt, politik bukanlah soal penguasaan. Politik harus membebaskan dan mendorong warga berekspresi secara otentik di ruang publik. Runtuhnya ruang publik politik –baik karena infiltrasi kepentingan privat atau ekonomi—dapat membuat peradaban jatuh atau mengalami kemunduran.
Secara komprehensif buku ini membedah pemikiran politik Hannah Arendt sekaligus menyuguhkan perspektif tentang kontekstualitasnya dalam realitas politik Indonesia masa kini, ketika sentimen-sentimen privat keagamaan serta kepentingan ekonomi begitu gencar menginfiltrasi politik dan ruang publik.
“Melawan totalitarisme yang mencemoohkan harkat kemanusiaan serta pragmatisme politik yang menginstrumentalisasikannya, Hannah Arendt mau mengembalikan martabat dimensi politik sebagai wilayah komunikasi antar manusia demi kemajuan bersama. Agus Sudibyo berhasil membuka akses ke pemikiran Hannah Arendt bagi pembaca Indonesia. Sebuah sumbangan penting bagi pustaka filsafat politik dalam bahasa Indonesia.”
— Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ
“Masa depan ad alah neraka apabila praktik busuk politik dewasa ini kita terima begitu saja. Buku Agus Sudibyo ini membantu kita mencegah politik semakin membusuk. Pemikiran Hannah Arendt dalam buku ini bisa terdengar fantastis. Namun perjuangan untuk memberadabkan praktik politik memang sering membutuhkan fantasia itu.”
— Dr. B. Herry-Priyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar