Harga Rp 48.000
Penulis : Achmad Habib
Pengantar: Prof. Dr. David Reeve
Penerbit : LKiS
Cetakan : 2004
Tebal : xxiv + 175 hlm
Ukuran : 14 x 21 cm
Kondisi Stok lama, 1 buah.
Deskripsi :
Buku ini melihat secara jeli lika-liku pergolakan petani Jawa kaitanya dengan etnik Cina,
Studi tentang konflik antaretnik yang meneropong pasang surut hubungan Cina-Jawa di wilayah pedesaan, dengan kasus di Desa Sumberwedi Provinsi Jawa Timur ini, merupakan kajian yang memperkaya studi tentang interaksi etnis Cina-Jawa yang umumnya dilakukan di kawasan perkotaan. Lika-liku interaksi mereka dikaji dalam perspektif sosiologis dan antropologis, dengan didasari kajian dari aspek kesejarahan yang cukup representatif.
Dari konteks sejarah diketahui bahwa warga Dusun Sumberwedi umumnya adalah pendatang, baik etnis Jawa maupun Cina. Kedatangan warga Cina sendiri karena keinginan mereka untuk membuka lahan pertanian dari tanah bekas perkebunan yang terletak di sekitar wilayah tersebut. Masyarakat Cina memahami bahwa tanah di lokasi tersebut merupakan tanah subur yang bisa diolah jika dilakukan dengan kerja keras. Hal ini bertolak belakang dari asumsi masyarakat Jawa yang mula-mula merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengelola tanah tersebut.
Bermula dari menyewa tanah untuk dijadikan lahan pertanian, kini etnis Cina sudah meraih hasilnya. Mereka menunjukkan bahwa hasil dari kerja keras mereka berpuluh-puluh tahun mengubah lahan yang semula ‘tidak dianggap’ menjadi lahan yang amat produktif.
Umumnya etnis Jawa sendiri, karena alasan kekurangan modal dan tidak memiliki pengetahuan dan teknologi yang cukup untuk mengelola lahan pertanian tersebut, hanya menjadi buruh. Namun dalam perkembangannya, sebagaimana ditunjukkan dalam studi ini, lika-liku etnis Cina mengelola lahan pertanian diteladani dengan baik, dengan cara mencontoh mulai dari menanam, memupuk sampai bagaimana cara memasarkan hasil pertanian secara tepat sasaran. Dan inilah yang disebut penulisnya sebagai konstruksi positif dalam sejarah hubungan antara kedua etnis tersebut.
Di sisi lain, konflik dan peluang konflik terjadi ketika dalam perjalanannya, kesuksesan etnis Cina sering ditanggapi dengan sikap kecemburuan sosial masyarakat setempat. Dasar kecemburuan sosial ini sering diperkuat melalui landasan perbedaan budaya, agama dan sisi sosial lainnya. Karena itu tak mengherankan kalau sampai ada beberapa investor Cina yang harus diusir dengan beragam kepentingan.
Bisa dinyatakan bahwa yang dimaksudkan ‘konflik’ dalam studi ini umumnya dibungkus dalam arena kompetisi bernuansa bisnis. Masyarakat setempat dalam konteks tertentu merasa sering ditipu dengan kelihaian etnis Cina dalam memainkan bisnisnya. Misalnya ketika mereka menyembunyikan jenis pupuk yang dipakai agar tidak ditiru kesuksesannya oleh penduduk pribumi, hingga pada akhirnya penduduk pribumi melakukan pencurian pupuk yang dimaksud.
Hubungan antara buruh dan majikan (etnis Jawa dan etnis Cina) pun seringkali berakhir dalam hubungan yang runyam, meskipun tidak sedikit pula kasus yang menunjukkan dari hubungan tersebut lalu mengarah pada proses pembelajaran. Ini semua terjadi dalam kerangka kompetisi bisnis dan persaingan ekonomi. Kesimpulan ini, sebagaimana kesimpulan kajian lain yang dilakukan di perkotaan, semakin memperkuat asumsi dasar konflik yang dilahirkan dari persaingan untuk memperebutkan aset-aset ekonomi.
Pasang surut hubungan kedua etnis ini menunjukkan bahwa kerangka bisnis dan perebutan lahan ekonomis tidak bisa dilepaskan dalam interaksi antarkeduanya. Keberhasilan petani Cina dalam mengelola ‘lahan tandus’ menjadi ‘lahan subur’ membuka mata penduduk pribumi bahwa hanya dengan kerja keras, kesuksesan dapat diraih.
Kajian ini berusaha untuk mengkritisi pemikiran Simmel mengenai peran jarak dan relasi sosial serta konsep orang asing (the stranger). Di sini muncul gejala stereotip etnis. Di sisi lain, studi ini mendukung konsep pemikiran Boulding yang menyatakan batas tipis antara ‘persaingan’ dan ‘pertikaian’.
Karena itulah salah satu kesimpulan buku ini adalah meragukan pendekatan asistensialisme dalam rangka pengembangan masyarakat. Justru dalam temuan penelitian ini mendukung pengembangan masyarakat yang menekankan akan pentingnya interaksi kerjasama dan persaingan. Pendekatan asistensialisme sering menimbulkan ketergantungan dari pihak yang lemah, sementara melalui konflik dan kerjasama, masyarakat lebih tertantang untuk meraih kehidupan yang lebih baik.By Saiful Arif on June 20, 2013 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar