Judul SELAMAT JALAN TUAN PRESIDEN,
(Judul Asli: Bon Voyage Mr.President and other stories, PenguinBook 1995)
Penulis: Gabriel Garcia Marquez,
Penterjemah :Ruslani.
Desain Cover Buldanul Khuri
Cet.II/ 1999; HVS; v+99hlm.soft cover
Kondisi: Stok lama, Bagus, Bukan Bekas
Tersedia 1 buah
Harga Rp 39.000
TERJUAL BEKASI 30/8/14
Kegetiran dan tragedi juga termaktub dalam karya Gabriel Garcia Marquez. Di tengah kata yang berjejak lewat karya ”Selamat Jalan Tuan Presiden” (Bon Voyage Mr. President and Other Stories, 1995), Marquez sepertinya ingin menyindir kegelisahan seorang presiden ketika tak lagi memegang kuasa. Bahkan, sang Presiden harus menjalani kehidupan sunyi dan sekaligus penuh romansa kesepian di sebuah negeri asing.
Sang Presiden dibuang dari negaranya karena peristiwa politik, dan kematian hampir menjemputnya. Bagi seorang presiden, diusir dari tanah asal adalah peristiwa menyakitkan, momentum sepenuhnya tragedi berjejak dan berkibar.
Penyakit kronis yang diderita memaksa Tuan Presiden untuk menjalani perawatan di Jenewa. Bahkan, Tuan Presiden juga membeli apartemen di Martinique, dengan peralatan dan bahan mahal dari Fourt The Frank. Di tengah kesunyian menjalani terapi kesehatan, Tuan Presiden kemudian berteman dengan pasangan Homero Rey dan Lazara Daviz, sambil menjalami terapi penyembuhan penyakit kronis yang diderita.
Marquez sepertinya ingin mengisahkan tragedi pemerintahan, di mana perebutan kekuasaan akan menghasilkan penderita dan orang-orang kalah. Di setiap medan konflik, pemenang akan menyingkirkan musuh politiknya. Inilah yang menjadikan keadilan terasa asing di tanah konflik. Hukum dan nilai humanis, kehilangan sayap untuk terbang melintas dan menebar kedamaian di tanah konflik. Penggalan cerita Marquez meneguhkan tragedi di tengah keabadian, konflik dalam catatan sejarah.
Dalam kisah Marquez, Tuan Presiden merasa menjadi subyek kalah dan dirajam penyakit. Akibatnya, stereotype muncul ketika tragedi mengubur kepercayaan diri.
”Kemenangan besar dalam hidupku adalah bila semua orang melupakanku” ungkap Tuan Presiden sebagaimana ditulis Marquez. Dalam bentangan imajinasi Marquez, asketisme dijalankan untuk menghilangkan ceruk kesombongan terdalam. Tuan Presiden yang digambarkan Marquez, justru menjalani laku asketis, ketika gebyar kemenangan dan jabatan telah lenyap, berganti kesepian dan kondisi serba asing. Pada titik kesenyapan inilah, tragedi menjadi ritual berharga, sikap asketis menjemput makna.
Namun, kecerdikan Marquez terbaca pada lingkup ini, asketisme dan laku tragis yang digambarkan tak menebarkan kesedihan mendalam. Justru, kondisi tragis digambarkan dengan kesenangan, penuh humor. Laku asketis, dalam imaji Marquez, justru berubah menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar