Jumat, 12 September 2014

Jual Buku Filsafat Yunani Klasik; Relevansi untuk Abad XXI / Budiono Kusumohamidjojo

Jual Buku Filsafat Yunani Klasik; Relevansi untuk Abad XXI Pengarang: Budiono KusumohamidjojoBuku Filsafat Yunani Klasik; Relevansi untuk Abad XXI
Pengarang: Budiono Kusumohamidjojo
Harga 58.000 dari Rp 61.000
Penerbit: Jalasutra, 2013
Ukuran: 14 x 21 cm, 376 hlm
Format: paperback, hvs 70 gr
ISBN: 978-602-8252-84-3

Sinopsis
Buku Filsafat Yunani Klasik: Relevansi untuk Abad XXI karya Budiono Kusumohamidjojo ini, mengulas dengan runut, jelas, dan cukup lengkap tentang seluk-beluk pemikiran para filsuf Yunani Klasik. Hal yang cukup menarik dan membuktikan penguasaan penulis atas data sekaligus kerendahan hatinya sebagai pemikir adalah bahwa beberapa kata, istilah, dan teori ‘tidak berani’ diterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini dilakukannya untuk menghormati pemikiran asli para filsuf sekaligus untuk menghindari kesalahpahaman makna.

Tidak hanya mengulas historisitas pemikiran, buku ini menjadisangat layak untuk dibaca karena di sana-sini kita akan menemukan relevansinya dalam konteks masa kini. Banyak pemikiran dan teori yang berkembang sekarang ternyata sudah diletakkan fondasinya oleh para filsuf Yunani klasik. Dengan kata lain, filsafat Yunani klasik penting untuk diketahuidan dipelajari karena mewarisi kompleksitas pengetahuan ilmiah yang sulit diabaikan peranannya bagi perkembangan sejarah dunia. Buku Filsafat Yunani Klasik ini mengajak pembaca untuk mengetahui dengan rinci ‘dunia’ para filsuf Yunani klasik sekaligus ‘menemukan’ dan ‘memahami’ relevansinya di abad XXI.

Daftar Isi
Daftar Isi ~ v
Daftar Singkatan dan Ejaan ~ vii
00 Pengantar ~ ix
01 Pendahuluan ~ 1
02 Kultur Yunani Kuno ~ 11
03 Mitologi dan Kosmologi ~ 17

BAGIAN PERTAMA
ZAMAN PRA-SOKRATES, BANGKITNYA HELLENISME
04 Para Filsuf Pra-Sokrates ~ 23
05 Para Filsuf dari Miletos: Thales, Anaximandros, Anaximenes ~ 29
06 Kaum Pythagorean: Pythagoras, Philolaos ~ 45
07 Heraklitos ~ 61
08 Para Filsuf Monis (Anti-Pluralis) dari Eleates, Kaum Eleatik: Xenophanes, Parmenides, Zenon dari Elea, Melissos ~ 69
09 Para Filsuf Pluralis (Anti-Monis, Kaum Neo-Ionian): Anaxagoras, Empedokles ~ 91
10 Para Filsuf Atomis (Anti-Monis): Leukippos dan Demokritos ~ 117
11 Kaum Sofis ~ 137

BAGIAN KEDUA
ZAMAN PUNCAK HELLENISME
12 Sokrates ~ 159
13 Aliran-Aliran Sokratian ~ 175
14 Platon ~ 183
15 Aristoteles ~ 213

BAGIAN KETIGA
ZAMAN MEMUDARNYA HELLENISME
16 Aliran Peripatetik ~ 261                                   
17 Kaum Skeptik ~ 265
18 Epikurianisme ~ 279
19 Kaum Stoa ~ 287
20 Neo-Platonisme dan Plotinos ~ 301
21 Penutup ~ 311
Referensi ~ 315
Glosarium ~ 331
Indeks ~ 345
Tentang penulis ~ 355

Kata Pengantar
PADA TAHUN 2005 saya ditugaskan oleh Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan untuk mengajar mata kuliah Sejarah Filsafat Yunani. Saya berhenti mengajarkannya pada tahun 2010, yakni ketika saya mengundurkan diri dari sana. Penugasan itu membawa hikmah karena juga merupakan kesempatan bagi saya untuk melakukan revisit atau napak-tilas ke dalam dunia filsafat Yunani kuno yang kaya dengan prinsip-prinsip filsafat dan, bahkan prinsip-prinsip sains pertama yang kemudian banyak diterima dunia, lalu mengangkat kembali relevansinya bagi kehidupan kita di abad ke-21.

Kenikmatan ketika mengajar Sejarah Filsafat Yunani datang dari dua alasan. Pertama, tidak ada gunanya untuk mempelajari dan mendalami suatu sejarah filsafat tanpa menemukan kembali serta menarik relevansi aktualnya. Kedua, filsafat Yunani kuno, menurut pengamatan saya, mengandung banyak sekali kebijaksanaan – kalau tidak bisa dibilang semacam ‘kebenaran’ – yang, hemat saya, banyak di antaranya masih berlaku sampai sekarang. Harus diakui bahwa peradaban dunia sekarang ini banyak bertumpu pada dalil-dalil yang semula digariskan oleh pemikir-pemikir Yunani kuno.

Sebagian besar bukti tentang hal ini diperlihatkan oleh apa yang sering kita sebut sebagai ‘Peradaban Barat.’ Kendati penuh dengan kekurangan, suka atau tidak suka kita harus mengakui bahwa ‘Peradaban Barat’ sangat berperan dalam mengaktualisasikan dan memanfaatkan prinsip-prinsip filsafat Yunani kuno dalam pelbagai sektor kehidupan modern. Peradaban dunia kita sekarang banyak memanfaatkan ‘Peradaban Barat’ yang terutama menopangkan teknologinya pada premis-premis filsafat Yunani. Jangan lupa bahwa, di zamannya filsafat Yunani kuno itu mencakup juga terutama pengetahuan di bidang fisika, matematika, biologi, dan medik.1 Kenyataan itulah yang membuat filsafat Yunani kuno naik pangkat menjadi filsafat Yunani klasik. ‘Klasik,’ dengan demikian dipahami sebagai ‘barang tua yang sekarang masih berharga.’

Nyatanya, ‘Peradaban Barat’ itu pun sekarang diselenggarakan oleh sejumlah masyarakat yang melesat atau sedang melesat maju dan tidak harus ‘barat,’ seperti Jepang, Korea, Tiongkok, dan India. Di samping itu, para pemuka dari sejumlah masyarakat lain di dunia juga mendukung ‘Peradaban Barat’ secara sadar maupun tidak sadar. Dunia jarang menyadari sejarah di mana peradaban Arab telah banyak berperanan dalam menggali dan mengangkat kembali khazanah filsafat Yunani klasik seperti yang antara lain diungkapkan oleh Karen Armstrong dalam bukunya The History of God. Dalam kurun waktu tahun 800-1200, peradaban Islam memelihara ilmu dan filsafat Yunani sebagai suatu khazanah peradaban unggulan.2

Diskursus selama zaman kekuasaan Islam di Spanyol pada abad ke-11 merujuk pada Ibn Rushd dari Cordoba (Averroes, 1126–1198) yang mendapat predikat sebagai narasumber dalam stelsel Aristoteles dari para pemikir Eropa yang menyadari gelapnya wacana pengetahuan mereka.3 Kita tahu bahwa penyadaran ini membuka jalan bagi Zaman Renaissance abad ke-15 sampai ke-16 yang mendobrak kebuntuan peradaban yang dipendam oleh Zaman Kelam, serta menstimulasi para pemikir untuk memahami alam dan dirinya sendiri dengan kekuatan akalnya. Sejarah memang bisa sangat ironis, seperti diungkapkan Armstrong, “Tatkala sejumlah orang Kristen Eropa berkutat dengan penghancuran Islam di Timur Tengah, orang-orang Muslim di Spanyol menolong Barat untuk membangun peradaban mereka sendiri.”4 Tidak mengherankan jika orang seperti Bung Hatta (1902-1980), yang mengaku bukan filsuf, memandang penting untuk mengajarkan filsafat Yunani klasik yang diketahuinya dalam masa pengasingannya oleh Belanda serta kemudian menuliskan bahan pengajarannya itu tidak lain supaya kita bisa belajar banyak daripadanya.

Saya mengakui dan harus mengemukakan bahwa saya tidak termasuk dalam generasi penekun filsafat yang masih menguasai bahasa Yunani klasik meskipun kemudian saya mempelajarinya sejauh bisa, dari internet. Karena itu, kesalahan-kesalahan istilah Yunani dalam buku ini adalah hal yang tidak bisa dihindari. Kendati demikian, saya lumayan beruntung karena dua hal. Pertama, karena teknologi informasi (IT) sekarang amat memudahkan penggalian dan pelacakan naskah-naskah asli dan dalam bahasanya yang asli serta memungkinkan kita untuk mempelajarinya sejauh kita mau. Kedua, kepustakaan bahasa Jerman kaya dengan pelbagai karya di bidang filsafat Yunani, baik sebagai terjemahan (terutama dari Schleiermacher), analisis, maupun komentar. Kendati begitu, saya segera merasakan sulitnya memperoleh referensi tangan pertama.

Bahkan, karya Hermann Diels yang monumental berjudul Doxographi Graeci (Ajaran-Ajaran Yunani, 1879) dan Die Fragmente der Vorsokratiker (Percikan-Percikan Pra-Sokrates, 1903) menjadi acuan pokok bagi studi tentang filsafat Yunani pra-Sokrates di zaman modern. Sampai sekarang saya belum berhasil mendapatkan akses ke bahan itu. Hal lain yang patut disayangkan adalah bahwa saya juga belum memiliki akses kepada karya besar W.K.C. Guthrie, A History of Greek Philosophy, yang diterbitkan dalam enam jilid di London dalam kurun waktu antara 1962-1981. Untunglah, ada The Cambridge Companion to Early Greek Philosophy sekalipun terbatas hanya sampai zaman sebelum Sokrates. Di samping itu, saya memang tertolong oleh sejumlah literatur tentang filsafat Yunani klasik yang dihasilkan di zaman modern dan yang bisa kita bongkar berkat teknologi informasi, antara lain melalui Google/Wikipedia atau Stanford Philosophy Web. Tentu saja literatur seperti ini ‘membaca’ filsafat Yunani kuno itu dengan semangat zamannya sendiri.

Saya menyadari bahwa, untuk membuat buku ini ‘pantas’ bagi pembaca, saya harus mengangkat makna aktual dari filsafat Yunani klasik itu sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh generasi sekarang. Artinya, di samping menggali kembali pengetahuan saya tentang filsafat Yunani klasik, saya sekaligus harus menampilkan aktualitas maknanya. Jika tidak demikian, itu sama saja dengan membacakan pikiran-pikiran mati dari orang-orang yang juga sudah mati. Dengan begitu, saya memang tidak saja harus ‘membacakan’ filsafat Yunani klasik, melainkan malah menghidupkannya kembali supaya kita bisa berdialog dengannya. Dalam rangka memanggungkan kembali filsafat Yunani kuno tersebut, saya hanya memberikan penjelasan yang ringkas tentang pemikir Yunani tertentu serta memberikan paparan yang rinci tentang sejumlah pemikir lainnya. Hal itu tampak misalnya pada Platon dan Aristoteles yang pada akhirnya meninggalkan materia filosofi yang terkaya dari pemikiran Yunani kuno. Saya akui bahwa tugas seperti itu tidak gampang. Tetapi lebih dari itu tugas ini menarik dan mendatangkan manfaat pribadi, karena saya memiliki kesempatan sekali lagi untuk memahami khazanah filsafat pada umumnya secara lebih mendalam. Saya merasa bahwa pemahaman itu juga bermanfaat bagi para pembaca buku ini.

Filsafat Yunani klasik yang menjadi pangkal dari ‘Peradaban Barat’ sekarang, merupakan salah satu dari tiga rumpun filsafat besar yang menoreh jalur-jalur utama sejarah dunia. Dua rumpun besar filsafat lainnya adalah filsafat India dan filsafat Tiongkok. Kedua rumpun besar filsafat ini mendekati dan menanggapi realitas dengan cara yang amat berbeda dari filsafat Yunani. Namun, jarang orang mengetahui bahwa filsafat Yunani klasik adalah akar dari filsafat Arab dan filsafat Eropa yang kemudian bersama-sama menjadi pilar dari ‘Peradaban Barat’ sekarang.5 Dengan menggali filsafat Yunani klasik, kita akan menyadari bahwa sebagian besar persoalan-persoalan dunia modern sudah mulai disoal oleh para pemikir Yunani kuno. Selanjutnya untuk sebagian besar filsafat modern dan bahkan post-modern sebenarnya hanya sekadar melanjutkan diskursus yang sudah mereka mulai dua setengah milenia yang lalu, meskipun diskursus tersebut dibaca dengan perspektif zaman masing-masing.

Di kebanyakan fakultas filsafat, filsafat Yunani kuno diberikan pada awal pendidikan yang, tidak bisa dihindarkan, bertujuan untuk mengantarkan mahasiswa ke dalam studi filsafat selanjutnya. Naskah ini ditulis terutama untuk tujuan pengajaran meskipun memang bisa berguna juga untuk pembaca umumnya. Saya berusaha semaksimal mungkin agar buku ini bisa dibaca seolah ‘buku cerita.’ Saya berharap bahwa apa yang dianggap berharga dan mendatangkan manfaat pribadi berupa harta karun pengetahuan ilmiah bagi saya berlaku sama juga bagi para mahasiswa yang harus mengetahuinya maupun bagi para pembaca pada umumnya.

Bandung, Januari 2012

BK


Tentang Penulis
BUDIONO KUSUMOHAMIDJOJO lahir di Bandung pada tahun 1949. Ia meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Parahyangan Bandung pada tahun 1976. Selanjutnya, gelar Doktor der Philosophie (Dr.phil.) dengan predikat magna cum laude dari Julius-Maximilians-Universität, Würzburg, Jerman (1982). Budiono juga memperoleh Research Grant dari Konrad-Adenauer-Stiftung, Jerman (1984) dan International Visitor’s Program for Professionals dari State Department, Amerika Serikat (1985). Ia juga menjadi penerjemah resmi-disumpah untuk bahasa Inggris, Jerman, Belanda v/v bahasa Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta (1995).

Dalam dunia akademik, Budiono pernah mengajar Filsafat Kebudayaan, Filsafat Politik, Filsafat Yunani, dan Filsafat Tiongkok di Fakultas Filsafat, Universitas Parahyangan, Bandung, tahun 1995-2010. Ia juga mengampu Filsafat Hukum pada Program Pascasarjana, Universitas Parahyangan, Bandung (1995-2002), Universitas Indonesia (2003-2004), dan Universitas Pelita Harapan (2005), Jakarta, serta Teori Hukum di Universitas Tujuh Belas Agustus, Jakarta, tahun 2009. Pada tahun 2006, Menteri Pendidikan Nasional mengangkatnya sebagai Guru Besar untuk Filsafat Hukum.

Pelbagai aktivitas yang dilakoninya adalah sebagai senior partner pada kantor konsultan hukum “Soebagjo, Jatim, Djarot” 356 Budiono Kusumohamidjojo 356 357 (1994-2009) dan sejak tahun 2010 pada “Nurhadian Kartohadiprodjo Noorchayo”, Jakarta. Ia juga anggota Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia, Jakarta (sejak 1991); PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia, nomor registrasi F.91.10331), Jakarta (sejak 2005); Perhimpunan Penerjemah Indonesia (Indonesian Translators Association, nomor registrasi HPI 01-04-65), Jakarta (sejak 2004); International Bar Association, London (sejak 1996); dan Kamar Dagang Indonesia-Jerman (sejak 1995, Board Member 2004-2006).

Beberapa bukunya yang sudah diterbitkan antara lain Netralitas dan Netralisme di Asia Tenggara (Gramedia: 1985); Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional (Binacipta: 1986); Hubungan Internasional, Kerangka Studi Analitis (Binacipta: 1987); Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (Grasindo: 2000); Filsafat Hukum, Problematik Ketertiban yang Adil (Grasindo: 2001, 2004).

Budiono termasuk aktif menulis. Lebih dari 150 makalahnya sudah dipublikasikan. Semuanya berkaitan dengan hukum, filsafat, filsafat hukum, hubungan internasional, dan kebudayaan, yang pernah dimuat di pelbagai media di Indonesia, Jerman, Australia, Kanada, dan Singapura dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Jerman. Buku yang Anda pegang ini adalah buku ketiga yang diterbitkan Jalasutra setelah Filsafat Kebudayaan (2009, 2010) dan Sejarah Filsafat Tiongkok (2010). Buku yang tidak lama lagi akan terbit adalah Sejarah Filsafat Yunani, dan yang sedang dalam proses adalah Filsafat Politik serta Teori Hukum.

Sebagai penerjemah, ia sudah mengalihbahasakan naskah Richard Rosecrance, Kebangkitan Negara Dagang (Gramedia: 1986); Walter S. Jones, Logika Hubungan Internasional, Jilid I (Gramedia: 1992) dan Jilid II (Gramedia: 1993); serta Konstitusi dan Ilmu Konstitusi dalam Praktek: Peringatan 50 Tahun UUD Republik Federal Jerman (Friedrich-Naumann-Stiftung: 1999).

Bersama Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dan Eddy Damian, S.H., dia menyunting naskah Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa ini (Alumni: 1983). Sedang bersama Prof. Dr. Soerjanto Poespowardojo dan Drs. Frans M. Parera, dia menyunting buku Pendidikan Wawasan Kebangsaan (Grasindo: 1994).[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar