Judul Buku ; Paradigma Pendidikan Seksualitas Perspektif Islam: Teori dan Praktik .Harga Rp 43.000
Pengarang ; QIBTIYAH, Alimatul
Publisher ; Kurnia Kalam Semesta
Terbit ;2006
Tebal ; xiii, 206 hal
Ukuran; 14x21 cm
Resensi
Oleh: Joemardi Poetra
Dekadensi moral, serta problem manusia modern yang justru kekeringan humanisme ternyata menjadi tema sentral kebangsaan untuk layak dikaji dan dicarikan solusi oleh siapun dan dimanapun.
Tak Ayal, di tengah hiruk pikukya proses pembangunan gedung UIN serta sibuknya aktivitas akdemik kampus, tampak mahasiswa UIN Sunan Kalijaga berbonodng-bondong mengikuti acara bedah buku yang bertema Paradigma Pendidikan Seksualitas Persfektif Islam, Teori dan Praktek.
Kegiatan yang adakan di ruang Fakultas Tarbiyah ini dilaksanakan pada tanggal 12 April 2007 berkat kerja sama antara LPM Arena dengan HMI MPO serta didukung beberapa sponsor lainnya. Acara tersebut diulai sekitar pukul 09.00 WIB dengan mendatangkan penulis buku ((Maria al-qibtiyah, muallaf), Drs Rahmadi (Diknas DIY), dan Budi Wahyuni, M.A, MM (PKBI_DIY) serta dipandu oleh moderator Subhani Kusuma Dewi, S.Fil.I (CRCS UGM).
Ubed, mahasiswa Fakultas Tarbiyah menuturkan, kegiatan semacam ini sangat penting dilakukan oleh siapapun, karena berbicara tentang seks selama ini tidak dipahami secara utuh, selalu farsial dan mbulet, sehingga sekian persoalan di tingkatan masyarakat, seperti adanya kekerasan rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan tak pernah terselesaikan dan hanya menjadi konsumsi publik, layaknya sinteron.
Dengan adanya pendidikan seks dilembaga pendidikan sekolah maupun perguruan tinggi diharapkan mampu mengatasi sekian penyakit yang menjangkit bangsa Indonesia secara keseluruhan, akan tetapi ia juga mengingatkan harus ada pemahaman yang matang dari Guru sehingga nantinya mampu memberi informasi tentang seks secara komprehensif.
“kalau tidak ada informasi yang valid mengenai seks, jutru yang terjadi sebaliknya, akan menjadi legitimasi siswa untuk berbuat yang pada awalnya itu dalarang oleh agama .”tutur mahasiswa semester II Jurusan PAI.
“What I Feel And What I Bilieve” kilah Alimatul Qitbiyah ketika mengawali eksplorasi atas buku yang ia tulis.
Bagi perempuan yang juga Dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga mengatakan selama ini remaja atau masyarakat pada umumnya tidak bisa membedakan antara rasa dengan kepercayaan agama. Sehingga logika mewajarkan tindakan seksualitas bukan pada tempatnya menjadi hal yang biasa dan ironisnya menjadi suatu kebanggaan.
Disisi lain, seksualitas pun masih menjadi barang yang sangat menakutkan atau masih tabu untuk persoalkan di ruang publik, padahal dengan banyak mengetahui tentang seks justru akan tetap mampu menjaga dan dapat mengimplentasikan nilai-nilai Islam dalam Seksualitas.
“Dengan informasi seks yang akurat lewat lembaga pendidikan anak dan remaja akan terkurangi untuk berprilaku seksual yang tidak sehat dan terkuranginya kemungkinan terjangkit PMS.”tambahnya
Tak hanya itu, kekerasan yang dialami oleh perempuan justru akan mampu terkikis dan akan tercipta buadya keadilan gender baik dalam konsep maupun praktek.
Hal yang sama juga diakui oleh Rahmadi, selaku Diknas DIY ia menyambut baik atas terbitnya buku tersebut, karena mengingat kesadaran akan penitngnya informasi mengenai seksualitas masih kurang, lebih-lebih di tingkatan lembaga sekolah (SD, SMP, SMA,). sehingga sekian persolan kekerasan seks selalu menjadi potret buram bangsa.
Ia pun menambahkan berbicara tentang seksualitas tentu tidak hanya di telaah dari biologis saja, akan tetapi dalam segala aspek, sosial, sekonomi, psikologi, budaya dan pendidikan.
Berbeda halnya menurut Budi Wahyuni, dia justru banyak mencatat kelemahan dari buku tersebut, secara umum ada beberapa hal yang menjadi bahan evaluasi bagi penulis khsusunya, yakni: Pertama isi buku tidak fokus, terlalu luas, sehingga objek atau sasaran kurung jelas. Kedua buku tersebut merupakan hasil dari thesis penulis, sehigga terlihat berbeda antara teks akademis dengan bahasa popular dan ketiga terjadi pengulangan pada gambar. Sedangkan secara khusus, baca makalahnya.
Akan tetapi disisi lain, dia mengungkapkan rasa apresiatifnya terhadap kajian yang dilakukan oleh penulis tersebut. Bahkan ia menambahkan akan lebih menarik jika tinjauan feminis atau pisau analisis ketidakadilan gender dalam konsteks sejarah Islam telah memporak randakan nilai atau ajaran Islam itu sendiri.
Ia menambahkan, karena melakukan tinjau dari aspek agama, seperti budaya menahan hawa nafsu, tidak sopan atau sebaiknya bersabar, padahal persoalan perilaku seks yang tidak sehat telah merusak kesehatan manusia.
Padahal kalau dikaji lebih mendalam bukankah zholim adalah pekerjaan yang tidak di “iya”kan oleh agama. Manusia memburu nafsu dan kenikmatan tanpa melihat lagi bahwa perilakunya menimbulkan korban, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan dalam pacaran (KDP), kehamilan tidak dikehendaki (KTD), kekerasan seksualitas lainnya dan perkoasaan acapkali dan pasti menimbulkan penderitaan terhadap korban dan itu adalah kaum perempuan.
Ia juga mengkritik pola pendidikan kita yang sampai saat ini juga tidak memilki desain kurikulum yang jelas bagaimana menempatkan pentingnya mempelajari tentang seks. “ada gak saat ini pelajaran khusus menagment seks”tanyanya. “tidak ada, sehingga ini menjadi pelajaran bagi kita bersama untuk menciptakan kesadaran pentingnya informasi mengenai seks” jawab sekaligus harapnya.
Disitulah urgensi adanya lembaga pendidikan yang berbicara tetang seks, karena kalau kita hanya mengandalkan pendekatan medis, tidak akan ada hasilnya. Kasus demi kasus dalam perilaku sesk akan selalu terjadi ketika medis saat ini mampu menyediakan fasilitas yang dapat menyelesaikan yang sifat fisik, sehingga tujuan mendasar untuk mengatasi dekadensi moral atau kekerasan dalam perilaku seks tak pernah usai.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar