Buku Ekonomi kerakyatan versus (vs) Neoliberalisme
Penulis : Revrisond Baswir TERJUAL.Harga Rp 50.000
Penerbit Delokomotif
ISBN 978-979-18651-6-6
Tebal :xvi,330hlm
Ukuran : 11 x 17
Kondisi Baru
Tersedia 1 buah
Tema ekonomi kerakyatan versus (vs) ekonomi liberal (neoliberalisme) sempat menjadi salah satu isu sentral dalam kampanye Pemilihan Presiden 2009. Tapi kemudian meredup, ditimpa isu lain. Kurangnya perhatian khlayak akibat ketidakpahaman akan konsep dan praktik ekonomi kerakyatan di satu pihak dan ekonomi neoliberal di pihak lain, menjadikan isu penting tersebut tidak berkembang menjadi perdebatan dan kajian dalam wacana publik maupun akademik.
Buku ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran akademis tentang pembelajaran akademis tentang pemikiran perekonomian Indonesia, sekaligus dapat membuka wawasan tentang ekonomi kerakyatan di satu pihak dan ekonomi neoliberal di pihak lain. Bagi kita semua, terutama bagi kalangan intelektual (dosen dan mahasiswa), pejabat pemerintah dan para anggota legislatif, para aktivis sosial dan pelaku lembaga swadaya masyarakat serta generasi muda.
Melalui buku ini, penulis, Revrisond Baswir merunut riwayat praktik kebijakan perekonomian Indonesia guna mengingatkan kembali bahwa ekonomi kerakyatan tidak sama dengan ekonomi rakyat. Berbeda pula dengan ekonomi pro-rakyat yang sempat menjadi jargon atau tema kampanye salah satu calon presiden. Ia menghadapkan ekonomi kerakyatan dengan neoliberalisme, untuk lebih tegas lagi mengingatkan kita akan bahaya neoliberalisme beserta empat agenda utamanya yang disebut Paket Kebijakan Konsensus Washington.
Empat agenda tersebut adalah (1) Kebijakan anggaran ketat - termasuk penghapusan subsidi; (2) Liberalisme sektor keuangan; (3) Liberalisme sektor perdagangan; dan (4) Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Empat agenda neoliberalisme tersebut menjadi menu dasar program penyesuaian struktural Dana Moneter Internasional (IMF) yang dipaksakan
==============================
EKONOMI KERAKYATAN VS NEOLIBERALISME
Oleh: Drs. Revrisond Baswir, MBA -- Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Pengajar FE-UGM Yogyakarta,
Ekonomi kerakyatan sangat berbeda dari neoliberalisme. Neoliberalisme, sebagaimana dikemas oleh ordoliberalisme, adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun di atas tiga prinsip sebagai berikut: (1) tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan (3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961).
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Dalam perkembangannya, sebagaimana dikemas dalam paket Konsensus Washington, peran negara dalam neoliberalisme ditekankan untuk melakukan empat hal sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN (Stiglitz, 2002).
Sedangkan ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut dapat disaksikan betapa sangat besarnya peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut: (1) mengembangkan koperasi (2) mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Mencermati perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan dengan neoliberalisme tersebut, tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan bahwa ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah antitesis dari neoliberalisme. Sebab itu, sebagai saudara kandung neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan (keynesianisme), juga tidak dapat disamakan dengan ekonomi kerakyatan. Keynesianisme memang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penciptaan kesempatan kerja penuh, namun demikian ia tetap dibangun berdasarkan prinsip persaingan bebas dan pemilikan alat-alat produksi secara pribadi (selengkapnya lihat tabel). Perlu saya tambahkan, ekonomi kerakyatan tidak dapat pula disamakan dengan ekonomi pasar sosial. Sebagaimana dikemukakan Giersch (1961), ekonomi pasar sosial adalah salah satu varian awal dari neoliberalisme yang digagas oleh Alfred Muller-Armack.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar