Judul Buku: Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia
Harga Rp 55.000
Penulis: Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si., Wahyuni Kartikasari, S.IP., S.T., M.Si.
Penerbit: Penerbit Ombak, Yogyakarta
Tahun Terbit: 2007
ISBN: 979-3472-66-9
Istilah diplomasi kebudayaan memang bukanlah merupakan kosa kata baru. kita sering mendengarnya, setidaknya kalau kita mengartikan diplomasi sekedar sebagai alat untuk mengelola hubungan antar bangsa dan menganggap kebudayaan hanya sebatas kesenian. Dalam buku ini, diplomasi tidak hanya diartikan sebagai perundingan (negosiasi) saja, melainkan juga cara mengelola hubungan antar bangsa, baik dalam keadaan damai maupun dalam situasi perang. Oleh karena itu istilah diplomasi kebudayaan dalam buku ini dibentangkan dari yang bersifat mikro, yang menganggap kebudayaan hanya sebatas kesenian saja, sampai dengan yang bersifat makro, yang menganggap kebudayaan secara lebih luas, sampai dengan nilai-nilai ideologi, nasionalisme, ataupun globalisasi.
Secara konvensional, diplomasi berupa perundingan yang dilakukan oleh para pejabat resmi Negara sebagai pihak-pihak yang mewakili kepentingan nasional masing-masing Negara. Dalam perkembangannya kemudian, pelaku-pelaku diplomasi bukan hanya pejabat Negara, melainkan juga kalangan swasta atau individu-individu yang mewakili kepentingan nasional negaranya dengan sepengetahuan atau persetujuan pemerintah.
Karena pertimbangan itu, dalam dunia internasional, sekarang ini kita mengenal istilah-istilah “fi rst track diplomacy”, “second track diplomacy”, bahkan “third track diplomacy” dan fourth track diplomacy”. Dalam konteks itu, kita kini mengenal apa yang disebut “diplomasi kebudayaan”, kalau dahulu efektifi tas diplomasi memerlukan dukungan politik atau ekonomi atau kekuatan militer yang riil, namun sekarang ini justru kekuatan ekonomi, politik, dan militer dalam hal-hal tertentu akan bersifat “counter productive”, tidak akan membantu tercapainya hasil yang dituju.
Bahkan Negara super power seperti Amerika Serikat yang memiliki kekuatan ekonomi dan militer, kadang kala mengesampingkan penggunaan kekuatan militer dan ekonominya dengan lebih menonjolkan penggunaan bidang kebudayaan. Presiden John F Kennedy pernah dalam beberapa massa pada tahun 1960-1963 secara intensif menggunakan segi-segi kebudayaan guna menopang diplomasinya, yaitu dengan mengirimkan sukarelawan yang memiliki keahlian di bidang pendidikan dan olahraga serta seni, terutama seni musik, kebanyak Negara-negara berkembang, termasuk ke Indonesia, yang terkenal dengan nama “Peace Corps”.
Inilah antara lain fokus bahasan buku Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang:Studi Kasus Indonesia, karya Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari. Buku ini memuat enam bab. Bab satu membahas mengenai tujuan Diplomasi kebudayaan; bab kedua mengupas tentang Negara-negara sedang berkembang dalam konstelasi kebudayaan modern dunia; bab ketiga membicarakan mengenai Diplomasi kebudayaan dalam preferensi politik luar negeri Negara-negara sedang berkembang; bab ke empat membahas soal politik luar negeri; bab kelima soal diplomasi kebudayaan masa orde baru; bab ke enam mengenai diplomasi kebudayaan pasca orde baru. Buku ini akan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dimasa mendatang, dan disamping itu buku ini telah memperkaya khazanah kepustakaan ilmu hubungan internasional. (TabloidDiplomasi.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar