Judul: Passing Over: Melintasi Batas Agama
Harga Rp 110.000
Penulis: Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, M. Quraish Shihab, Djohan Effendi, Barbara Brown Zikmund, Komaruddin Hidayat, Suwoto Mulyosudarno, Eka Darmaputera, Darius Dubut, Alwi Shihab, Ismed Natsir, M. Din Syamsuddin, Kautsar Azhari Noer, Muhamad Wahyuni Nafis, Mohamad Sobary, Hamid Basyaib, Chandra Setiawan, Liang Wen Fung
Pengantar: Nurcholish Madjid
Penyunting: Komaruddin Hidayat & Ahmad Gaus AF
ISBN : 979-605-871-5
Sampul: Soft Cover
Tebal: xl + 464 Halaman
Dimensi: 14 x 21 Cm
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama & Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta
Tahun: Cetakan Kedua, 1999
Kondisi:Stok lama, Bagus, Bukan Bekas
Akhir-akhir ini wacana mengenai hubungan antar agama begitu hangat dibicarakan. Apalagi ketika masa pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur) telah memperjelas isu ini dan bukan hanya sekedar isu belaka melainkan beliau menjadi lakon yang nyata atas wacana itu. Meskipun dalam faktanya beliau seringkali digugat oleh sebagian orang dan sekaligus sebagai tokoh yang kontroversi dikalangan umat Islam. Tidak hanya Gus Dur, beberapa tokoh pluralisme lain misalnya Cak Nur, M. Quraish Shihab, Komarudin Hidayat, Barbara Brown, Liang Wenfung dan masih banyak tokoh-tokoh lain yang memperbincangkan diskursus ini. Bagaimana mereka mengajukan gagasan-gagasan dengan mencari titik temu diantara agama-agama melalui pendekatan dialog antaragama.
Sangat amat naif jika ada seseorang yang hanya memandang satu agama dari beberapa agama sebagai klaim bahwa agamanya-lah yang paling benar bahkan pada tingkatan yang paling ekstrim menganggap bahwa selain agamanya-lah akan masuk Neraka. Kecenderungan ini tentunya menggunakan tolak ukur yang dipakai adalah tidak seimbang dengan takaran semestinya. Hal ini terjadi karena doktrin agama yang dipahami seseorang terkadang tidak melihat (bahkan menutup diri) dengan kondisi masyarakat yang kompleks apalagi ketika dihubungkan dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara yang multi-etnis, kultur dan agama. Tetapi jika kita melihat Negara lain, saya kira Indonesia belum-lah dikatakan sebagai Negara yang Multikultur, karena Masyarakat Indonesia masih belum bisa mengaplikasikan konsep multikultur, bisa kita lihat ketika ada suatu konflik masyarakat yang disebabkan hanya karena masalah suku bahkan membawa nama agama sebagai dalih untuk berbuat sesukanya.
Sebuah buku yang berjudul Passing Over; Melintasi Batas Agama telah memberikan gambaran yang utuh mengenai hubungan antar agama-agama. Buku ini merupakan kumpulan dari beberapa artikel yang ditulis oleh tokoh-tokoh pluralisme seperti yang telah di sebutkan diatas. Disana telah dijelaskan beberapa tema dimulai dari dialog Agama, masalah Agama, kebebasan Agama, Agama-Agama dunia dan terakhir hubungan antar-Agama.
Dalam tema yang pertama, buku ini menjelaskan tentang isu-isu seputar dialog antar-Agama. Pada bagian ini Cak Nur (Nurkholish Madjid) menyatakan bahwa inti dari semua Agama adalah sama yakni ketundukan kepada Tuhan yang maha Esa. Beliau memandang bahwa suatu keharusan (terutama bagi umat Islam) untuk mengadakan dialog antar-Agama. Pandangan seperti itu diperkuat dalam tulisan Gus Dur (Abdurahman Wahid) bahwa umat Islam masih belum bisa melakukan pendekatan ini, karena dari segi internal dialog antar-Agama hanyalah menjadi isu guyon belaka. Terbukti ketika pertentangan dikalangan umat Islam sendiri mengenai pemahaman sebuah teks Agama yang selalu diperdebatkan dan tak pernah ada habisnya.
Memasuki tema yang kedua membicarakan tentang kebebasan beragama yang ditinjau dari beberapa sudut pandang seperti Djohan Effendi memulai tulisannya dengan menghubungkannya jaminan konstitusional bagi kabebasan beragama. Menurutnya masalah kebebasan Agama tidak hanya berkaitan dengan “penghormatan” belaka, tetapi juga berkaitan dengan nilai-nilai keberagaman itu sendiri. Lebih menarik lagi ketika Suwoto Mulyosudarmo melihat kebebasan beragama dengan menggunakan konsep Hak Asasi Manusia dan mempermasalahkan tentang Organisasi Negara yang dianggap sebagai masalah dasar dalam kebebasan Agama. Kemudian diteruskan oleh Cak Nur dan Quraish Shihab yang mendukung penuh gagasan pluralisme dan kekebasan beragama dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi serta mengkontekskannya ke dalam kondisi masyarakat Indonesia.
Dalam tema yang ketiga disinggung beberapa gagasan mengenai kesatuan Agama, perbandingan Agama, dan pengalaman Agama yang merupakan pengembangan dan perluasan dari tema-tema sebelumnya. Editor (Komarudin Hidayat) dan Syamsudin memulainya dengan pembahasan mengenai interelasi dan interaksi Agama-Agama di Dunia. Mereka berdua bersepakat bahwa dengan adanya interaksi antar-Agama akan membawa Dunia menuju Konvergensi.
Masih dalam tema ketiga Kautsar Azhari menjelaskan tentang perbbandingan Agama. Ia memandang bahwa perlu mencari keparalelan dari gejala-gejala dan bentuk-bentuk keagamaan sampai pada penutupan, Kautsar membawa pembaca mengenalkan lebih dekat tentang Agama-Agama melalui sebuah cerita yang pernah ia alami. Kemudian diperkuat dengan cerita Darius Dubut yang melakukan “Ziarah Religius” (Passing Over) dengan berharap akan memperkaya pengalaman keagamaan.
Pada tema yang keempat (bagian terakhir) merupakan penjelasan dan pelengkap dari tema-tema sebelumnya. Dalam hal ini akan dibahas mengenai hubungan antar-Agama dengan memberikan sebuah kasus mengenai hubungan Islam dan Kristen serta Islam dan Yahudi. Alwi Sihab secara mendetail menerangkan hubungan Islam dan Kristen, bagaimana kedua Agama tersebut diungkap melalui masalah-masalah yang terjadi sekaligus memberikan solusi atas masalah tersebut berupa perlunya “Etika Dialog” atau “Aturan Main”. Sedangkan dalam masalah Islam dan Yahudi dijelaskan oleh Hamid B dengan pendekan kesejarahan. Ia menjelaskan bahwa hubungan kkedua Agama tersebut menjadi rusak disebabkan karena masalah politik.
Buku ini penting untuk dibaca karena kontennya sangat berisi dan berbobot malah harus bagi Islam fundamentalis. Tidak penting gagasan seperti apa yang akan dituangkan oleh penulis, setidaknya ada upaya memperkaya “pengalaman keagamaan” (istilah yang digunakan Darius Dubut). Tidak penting untuk mendalami tulisan penulis tetapi sebagai bahan introspeksi dir mungkin akan sangat berpengaruh dan berguna.
peresensi: Taufiq Hidayatillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar