Kamis, 04 Juni 2015

Jual Buku Nilai Etika Aksiologis Max Scheler

Jual Buku Nilai Etika Aksiologis Max SchelerJudul : Nilai Etika Aksiologis Max Scheler
Penulis: Paulus Wahana
Harga buku: Rp 37.000
Penerbit : Kanisius
Tahun : 2004
Tebal : 106hlm
ISBN : 9792107649
Kondisi : Stok lama, Bagus

Sinopsis
GERAKAN FENOMENOLOGI
Sebagai gerakan, fenomenologi ini merupakan salah satu dari dua gerakan yang memiliki tipe sama yang berasal dari ajaran Franz Brentano (1838-1917). Gerakan yang lain dikemukakan oleh Alexius Meinong (1853-1921), serta pengikut pemikir-pemikir ini mengembangkan suatu teori objektif yang dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan fenomenologi, yaitu berusaha untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang hal-hal yang dialaminya di dunia ini sebagaimana adanya dalam realitas. Fenomenologi ini juga merupakan suatu mazhab (sekolah) filsafat, yang para anggotanya pertama kali ditemukan di beberapa universitas Jerman pada tahun-tahun sebelum Perang Dunia I, khususnya di Gottingen dan Munchen. Antara tahun 1913 dan 1930 kelompok ini menerbitkan serial majalah tahunan fenomenologi yang bernama Jahrbuch fur Philosophie und phenomenologische Forschung dengan editor utamanya adalah Husserl, yang merupakan pemikir yang sangat orisinal dan berpengaruh dalam kelompok tersebut. Sedangkan anggota lain yang terkenal dalam gerakan fenomenologi ini adalah: Moritz Geiger, Alexander Pfander, Max Scheler, dan Oscar Becker.
Husserl memang memaksudkan fenomenologi sebagai suatu disiplin filsafat yang akan melukiskan segala bidang pengalaman manusia; namun ia sendiri memusatkan perhatian dan tenaganya pada pemberian dasar terhadap fenomenologi itu sebagai disiplin baru. Menurut Husserl, fenomenologi diperuntukkan membuka suatu jalan baru dalam filsafat; suatu transformasi mendasar filsafat, yaitu kembali pada sumber asli dari intuisi. Dengan proses klarifikasi, fenomenologi akan membuka suatu wilayah yang luas dari penelitian ilmiah yang saksama, yang membuktikan kegunaannya tidak hanya sebagai filsafat, tetapi juga sebagai ilmu pengetahuan lainnya, yaitu memberikan penjelasan tentang landasan ilmu pengetahuan.
Dalam pengertian yang paling inti, istilah fenomenologi menunjuk pada suatu teori spekulatif tentang penampilan pengalaman; dan dalam penggunaan awal, pengertian fenomenologi dikaitkan dengan dikotomi “phenomenon-noumenon”, suatu perbedaan antara yang tampak (phenomenon) dan yang tidak tampak (noumenon). Sedangkan fenomenologi Husserl merupakan usaha spekulatif untuk menemukan hakikat, yang seluruhnya didasarkan atas pengujian dan penganalisisan terhadap yang tampak.
Ada dua ciri pokok fenomenologi yang perlu digarisbawahi. Pertama, merupakan suatu metode yang menggambarkan fenomena, sebagai sesuatu yang diberikan secara langsung dari realitas. Dalam hal ini fenomenologi menolak ilmu pengetahuan alam dan menempatkan diri berlawanan dengan empirisme dan sekaligus idealisme. Dari satu pihak, fenomenologi bertentangan dengan empirisme dan memperoleh gambaran khusus maupun gambaran umum tentang gejala-gejala yang dialami manusia, melainkan berusaha mencari esensi dari setiap hal yang dialami manusia secara langsung, dan di lain pihak, berlawanan dengan idealisme karena fenomenologi tidak hanya mendasarkan pemahaman pada rumusan-rumusan serta ide-ide belaka yang ada dalam pemikiran manusia, melainkan juga bertumpu pada pengalaman langsung terhadap realitas atau kenyataan kehidupan yang dihadapinya. Kedua, objeknya adalah hakikat atau esensi, yaitu isi ideal yang dapat dipahami dari fenomena, yang dapat ditangkap secara langsung dalam suatu tindakan penglihatan, dalam intuisi akan hakikat atau esensi. Hal ini berlawanan dengan pandangan abad ke-19 yang tidak dapat mengetahui keberadaan esensi pada dirinya sendiri serta tidak ada kemungkinan untuk mengetahuinya.
Husserl bercita-cita memberi dasar filosofis pada suatu ilmu yang rigorus (memiliki aturan disiplin yang ketat), yang diberi nama “fenomenologi”. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan tentang apa yang tampak. Jadi, seperti sudah tersirat dalam namanya, fenomenologi mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomena. Husserl memaksudkan “fenomena” sebagai sesuatu yang memiliki pengertian baru, yang tidak boleh dimengerti sebagai yang biasa digunakan Kant.
********************
Manusia tidak dapat hidup tanpa nilai. Nilai, sebagai suatu sifat atau kualitas yang membuat sesuatu berharga, layak diingini atau dikehendaki, dipuji, dihormati, dan dijunjung tinggi, pantas dicari, diupayakan dan dicita-citakan perwujudannya, merupakan pemandu dan pengarah hidup kita sebagai manusia.

Berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan kita anut, kita memilah-milah mana barang, hal, kegiatan, hubungan yang berharga mana yang tidak; kita membedakan mana peristiwa yang penting dan mana peristiwa yang tidak penting, mana orang yang baik dan pantas dipuji dan mana yang jahat dan patut dicela.Kita menyaring informasi sebanyak mungkin, mana yang penting dan mana yan remeh. Mana yang berguna dan mana yang tidak berguna.

Berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan kita anut, kita memilih tindakan mana yang perlu dan bahkan wajib kita lakukan dan mana yang perlu dan wajib kita hindarkan. Berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan anut, kita memberi arah dan tujuan dan makna pada diri dan seseluruhan hidup kita. Dengan kata lain, berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan dalam kenyataan hayati , akhirnya kita membentuk identitas diri kita sebagai manusia dan bahkan menentukan nasib keabadian kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar