Penulis WF Wertheim
Harga Rp 45.000 TERJUAL
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Resist Book, LIBRA (Lingkar Belajar Reforma Agraria)
ISBN / ISSN : 978-979-1097-63-5
Kondisi Baru
Sejarah panjang sejak adanya “negara bangsa” (nation state) memang menunjukkan terjadinya pergeseran lapisan sosial dalam memperebutkan tampuk pimpinan melalui revolusi, akan tetapi tidak sekaligus menghilangkan “kesadaran palsu”. Status quo antara elite dan massa paling tidak tetap menjadi tugas para sosiolog Indonesia untuk menghindari dan bahkan memerangi “Sosiolog Ketidaktahuan” lebih baik lagi bila para cendikiawan Indonesia pada umumnya menyadari hal tersebut dan bertindak sesuai tantangan.
W.F. Wertheim seorang ilmuwan yang telah lama bergelut dengan pedesaan, perubahan sosial dan revolusi Indonesia melalui buku Elite versus Massa membongkar proses bagaimana elit baik yang datang dari kalangan ilmuwan, pejabat, peneliti, maupun pemimpin informal Indonesia dengan sadar atau tak sadar mengabaikan dan menyingkirkan keberadaan massa rakyat. Oleh kaum elit ini, rakyat biasa dan kaum miskin dianggap sebagai “orang biasa yang tak perlu dianggap penting” dan “massa rakyat yang bodoh tak tau apa-apa”. Proses ini oleh Wertheim dianggap sebagai sosiologi ketidaktahuan (sociology of ignorance). Karena melupakan dan meremehkan massa rakyat, maka konsekuensinya para ilmuwan, pejabat dan peneliti ini cenderung mengabaikan, membiarkan, meminggirkan bahkan menindas rakyatnya sendiri.
Persoalan tentang elit versus massa merupakan problema-problema inti dalam sosiologi dan ilmu politik. Persoalan itu erat kaitannya dengan anggapan tentang dunia dan pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Ada orang-orang yang memandang kelompok mereka sebagai golongan terpilih, sebagai suatu kelompok “elit”. Mereka cenderung memiliki suatu pandangan yang pesimistis yang membuat segala usaha untuk membangun demokrasi nyata di dalam sistem pemerintah atau di dalam masyarakat menjadi macet pada pembentukan suatu elit baru. Sementara para pembela emansipasi massa pada dasarnya akan selalu berpegang pada suatu pandangan yang optimis tentang manusia. Jika para pembela emansipasi massa ini menganggap perlu kepemimpinan, maka mereka harus berhadapan dengan dilema bahwa para pemimpin bisa saja dengan mudah muncul sebagai suatu elit baru dengan merasionalisasikan peran mereka. Tetapi jika para pemimpin tersebut tidak melakukan rasionalisasi dan tetap berjuang membela emansipasi massa dengan sungguh-sungguh, maka kepemimpinan itu bisa menjadi garda depan yang membela massa.
Dengan analisa kelas dan teori-teori sosial Maxis, Wertheim mengingatkan pentingnya untuk dikaji dan dipahami massa rakyat dengan cara yang empatik, partisipatoris dan berpihak. Dengan mengingatkan para ilmuwan sosial Indonesia untuk mengkaji kelompok yang paling miskin dari yang miskin.(sajogjo-institute review)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar