Jumat, 21 November 2014

Jual Buku RADIKALISME LOKAL – Oposisi dan Perlawanan terhadap Pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945)/ Anton Lucas ed.

Jual Buku RADIKALISME LOKAL – Oposisi dan Perlawanan terhadap Pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945), Penyunting: Anton Lucas, Penerbit: Syarikat
Judul Buku: RADIKALISME LOKAL – Oposisi dan Perlawanan terhadap Pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945),
Harga Rp 95.000 (SEMBILANPULUHlima ribu rupiah).
diterjemahkan dari Local Opposition and Underground Resistance to Japanese Occupation in Java 1942-1945, dipublikasikan pertama kali dalam bahasa Inggris pada tahun 1986
Penyunting: Anton Lucas
Penerbit: Syarikat Indonesia, diterbitkan dalam bahasa Indonesia pertama kali pada Mei 1992
Tebal: 519 halaman
Kertas Hvs
KOndisi : stok lawas, langka, segel penerbit

Penulisan sejarah Indonesia dalam periode penjajahan Jepang tidak memberi tempat signifikan bagi gerakan perlawanan anti fasis. Sebaliknya porsi besar diberikan pada gerakan kemerdekaan berlandaskan kolaborasi dengan pemerintah kolonial fasis Jepang. Dengan demikian satu-satunya perlawanan anti fasis yang ditulis dalam sejarah resmi Indonesia adalah perlawanan dari pembelotan militer bentukan Jepang. Sedangkan oposisi dan perlawanan di luar kelompok tersebut tidak ditulis sama sekali.

Kenyataannya gerakan kiri memainkan peranan penting dalam perlawanan anti fasis selama 1942-1945. Gerakan kiri anti fasis di Indonesia setidaknya terbagi dalam tiga kelompok: Pertama, kelompok PARI (singkatan terbuka sebagai Partai Republik Indonesia dan singkatan lain sebagai Proletariat Aslia Republic International) pimpinan Tan Malaka. Organisasi ini didirikan Tan Malaka setelah perpecahannya dengan para pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI), khususnya Musso-Alimin  yang menyetujui pemberontakan 1926 dimana pemberontakan tersebut berakhir dengan kegagalan, pemenjaraan, penggantungan, dan pembuangan para anggotanya ke Boven-Digul di Papua. PARI didirikan Tan Malaka bersama Subakat dan Djamaluddin Tamin dalam situasi dimana kebijakan Komunis Internasional (Komintern) semakin mengarah pada subordinasi negara-negara koloni dan superioritas Rusia. Kedua, kelompok sosial-demokrat pimpinan Sutan Sjahrir. Basis kelompok anti fasis ini mayoritas berasal dari kader-kader yang berhasil direkrut dan didik oleh Sjahrir-Hatta melalui PNI Baru (Pendidikan Nasional Indonesia) serta mahasiswa-mahasiswa progresif yang bersimpati dengan gagasan-gagasan Sjahrir. Ketiga, kelompok perlawanan komunis bentukan Munawar Musso dengan pola gerakan bawah tanah yang dikenal juga sebagai PKI Ilegal. Setelah kehancuran PKI pada 1926, Musso yang berhasil melarikan diri dari penangkapan aparat Belanda, akhirnya kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1935 untuk membentuk kembali PKI. Kembalinya Musso berlangsung bertepatan dengan pelaksanaan kongres Komintern ke-7 sekaligus membawa garis politik Popular Front. Popular Front merupakan taktik yang dicetuskan bahwa dalam rangka melawan imperialis-fasisme, Komintern menginstruksikan semua elemen komunis di seluruh dunia untuk bekerjasama dengan semua elemen demokratis untuk melawan fasisme, bahkan termasuk kaum borjuis, tuan tanah, maupun kapitalis birokrat. Jejak perlawanan anti fasis kelompok ketiga inilah yang direkam dalam Radikalisme Lokal – Oposisi dan Perlawanan terhadap Pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945).
Tan Malaka - Sutan Sjahrir - Munawar Musso - Anti Fasis

Tan Malaka, Sutan Sjahrir, dan Munawar Musso. Ketiganya merupakan aktivis dari tiga kelompok kiri yang berbeda dengan oposisi dan penentangan terhadap fasisme Jepang.

 =========
Buku ini menghimpun tulisan-tulisan dari dua sejarawan. Pertama, Anton Lucas, yang mengangkat periode pembangunan kembali PKI secara bawah tanah oleh Musso, struktur ilegal oposisi dan perlawanan dalam bentuk sel-sel yang mana para pengurusnya saling tidak kenal satu sama lain atau menggunakan identitas samaran, kaderisasi ketat-rahasia PKI ilegal mulai dari basis buruh, pegawai, pelajar/eks-mahasiswa, hingga bantuan uang yang diperoleh dari Van Der Plas, selebaran-selebaran gelap, propaganda berita kemunduran negara-negara fasis dan perkembangan pertempuran sekutu, sampai aksi-aksi sabotase menarget industri kolonial Jepang. Sedangkan tulisan Jacques Leclerc mengangkat mengenai peran para tokoh PKI ilegal dalam perlawanan anti fasisme Jepang yang mana perannya tidak hanya tidak diberi tempat dalam penulisan sejarah Indonesia namun juga dikecilkan oleh para pimpinan PKI pasca proklamasi kemerdekaan. Peminggiran peran generasi PKI Ilegal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tersumbatnya demokrasi internal dalam organisasi bertemu dengan falsifikasi yang lekat dengan Stalinisme. Bomber, bukan nama sebenarnya, salah satu pimpinan PKI Ilegal kemudian dicela habis-habisan karena dalam Menara Merah, selebaran gelap PKI Ilegal, menggunakan alamat di Singapore sebagai alamat palsu, dan karena liputan tentang Perang Saudara Spanyol ditulis seolah sebagai liputan langsung. Sedangkan Widarta, tokoh PKI ilegal lainnya, jadi sasaran pengadilan internal karena keterlibatannya dalam revolusi sosial di peristiwa tiga daerah serta kerjasamanya pasca proklamasi dengan Persatuan Perjuangan, kelompok oposisi anti imperialis dan anti diplomasi pimpinan Tan Malaka. Tragisnya nasib Widarta tidak hanya berakhir dengan sanksi disiplin partai namun berakhir di peluru senapan Laskar Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), organisasi PKI di sayap pemuda.

Tidak kalah pentingnya dengan tulisan dua sejarawan tersebut, Radikalisme Lokal juga memuat kesaksian dari pelaku langsung alias para aktivis PKI Ilegal yang terlibat dalam perlawanan anti fasisme Jepang. Mereka adalah Sintha Melati, Suryana, dan Pak Cilik. Tulisan kesaksian dari mereka memberikan sumbangsih besar dalam melihat bagaimana aktivitas organisasi anti fasis bawah tanah, kerja-kerja jaringan mereka, teori dan praktek para pimpinan PKI ilegal, pengalaman hidup perjuangan yang menyaksikan kekejaman Jepang, menghadapi resiko penangkapan dan penyiksaan oleh Kenpeitai, serta interaksi mereka dengan kelompok-kelompok bawah tanah lainnya.

Kombinasi penghimpunan data oleh para sejarawan tersebut dilengkapi dengan kesaksian hidup dari para perlaku perlawanan anti fasis ini tidak hanya menjadi sumbangsih besar bagi jurang informasi akan keberadaan perlawanan anti fasisme Jepang melainkan juga bukti kuat bahwa terlepas dari segala keterbatasan, cacat, dan kelemahannya, gerakan kiri Marxis adalah gerakan yang konsisten dalam perlawanan anti penindasan, termasuk penindasan imperialisme. Bagi kaum Sosialis, buku ini penting dibaca untuk memahami, dengan menghindari perspektif sempit Stalinis di satu sisi dan perspektif sempit Stalino-phobi di sisi lain, mengenai bagaimana lokalitas perlawanan anti fasis dalam kerangka Popular Front dan dinamika organisasinya terjadi di Indonesia.



1 komentar: