Harga Rp 66.000.
Penulis : Nanang MartonoPenerbit : Rajawali Rajagrafindo Press
Terbit : 2012
Tebal : xxviii, 240 hlm
Kondisi Baru, segel lepas
Buku Kekerasan Simbolik di Sekolah, Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan adalah buku pertama di Indonesia yang membahas masalah kekerasan simbolik.
Buku Kekerasan Simbolik di Sekolah, Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu ini menjelaskan mengenai apa itu kekerasan simbolik, mengapa kekerasan simbolik dapat dilakukan dengan mudah di sekolah. Selain itu, Buku Kekerasan Simbolik di Sekolah ini juga mengupas strategi kelompok kapitalisme kekerasan ini. Buku Kekerasan Simbolik di Sekolah ini direkomendasikan bagi mamahasiswa, guru, atau pengajar yang lain, serta pemerhati masalah pendidikan.
Buku Kekerasan Simbolik di Sekolah, ini menggambarkan berbagai bentuk kekerasan simbolik yang terjadi di sekolah. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis meyakini bahwa sekolah merupakan tempat yang paling tepat untuk menyuburkan terjadinya praktik-praktik kekerasan simbolik ini. Kekeran simbolik ini bukanlah kekerasan fisik maupun psikologis. Bila kedua bentuk kekerasan ini wujudnya dapat dikenali, maka kekerasan simbolik sangat sulit dikenali. Namun, kekerasan ini akan terjadi setiap gejala yang sangat wajar,sehingga sebagian besar orang akan menerima begitu saja, mereka seolah-olah bersedia menempatkan diri mereka sebagai korban kekerasan simbolik dengan lapang dada, mereka rela jadi objek dan korban kekerasan.
” Bagi kebanyakan orang, kekerasn simbolik merupakan hal baru. kebanyakan dari kita akrab dengan istilah kekerasan (fisik) . Ketika mendengar kekerasan, yang terbayang adalah penggunaaan paksaan untuk mewujudkan niat seseorang atau sekelompok orang. Misalnya, kekerasan domestik pada Rumah Tangga, kekerasan yang dilakukan dengan dalih membela keyakinan dan berbagai bentuk street vigilante lain. Juga terbayang tawuran warga atau tawuran antar sekolah. Semuannya menggambarkan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Tidak memngherankan ketika mendengarkan “kekerasan simbolik” orang serta merta melakukan penolakan.
Hanneman Samuel ( Universitas Indonesia )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar